Guyub" Rawa Pening (Bersama Lawan Penyebab Stunting dan Gizi Buruk) Bentuk Inovasi Pelayanan Terintegrasi Bagi Balita Stunting dan Gizi Buruk di Kabupaten Semarang

                                                         GUYUB “RAWA PENING” (Bersama Lawan Penyebab Stunting dan Gizi Buruk)

                          BENTUK INOVASI PELAYANAN TERINTEGRASI BAGI BALITA STUNTING DAN GIZI BURUK DI KABUPATEN SEMARANG

                                                     GUYUB "RAWA PENING" (Together With Opponents of Stunting and Malnutrition)

                       FORM OF INTEGRATED SERVICE INNOVATION FOR STUNTING AND MALNUTRITION TODDLERS IN SEMARANG DISTRICT

                                                 Ike Listiyowati 1, ike.listiyowati@yahoo.co.id, Sary Kusumawati2,sary_kusumawati@yahoo.co.id

  1. RSUD dr Gondo Suwarno
  2. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang

 

                                                                                                                                                 ABSTRAK

Guyub Rawa Pening (bersama lawan penyebab stunting dan gizi buruk) merupakan bentuk inovasi kerjasama terintegrasi antara professional, pemberi asuhan dan keluarga balita. Guyub Rawa Pening di Kabupaten Semarang terdiri dari tiga profesi tenaga kesehatan yaitu dokter spesialis anak, ahli gizi, dan fisioterapis. Guyub “Rawa Pening “ merupakan tim pelayanan interdisiplin yang menekankan penggunaan pendekatan holistik, bekerja secara interdependen, menggunakan komunikasi secara efektif untuk memastikan bahwa berbagai kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan diperhatikan dan dilayani secara terintegrasi. Keberadaan Guyub Rawa Pening ini diharapkan dapat membantu dalam tumbuh kembang anak sehingga status gizi anak stunting dan gizi buruk dapat teratasi. Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan peristiwa maupun fenomena yang terjadi di lapangan dan menyajikan data secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta atau fenomena-fenomena yang terjadi. Responden pada penelitian ini adalah Tim Guyub “Rawa Pening” serta ibu balita stunting dan gizi buruk. Beberapa manfaat Guyub “Rawa Pening” adalah meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan pada balita dengan melakukan kerja sama dengan tim multidisiplin, mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya, memberikan opsi asuhan dan perawatan terbaik dengan keuntungan maksimal, menghindari terjadinya medication error secara dini dan miss komunikasi, memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil

Kata kunci: Guyub Rawa Pening, inovasi pelayanan, stunting, gizi buruk

 

                                                                                                                                           ABSTRACK

Guyub Rawa Pening (together with opponents of stunting and malnutrition) is a form integrated cooperation innovation between professional foster care and toddler families. Guyub Rawa Pening in Semarang Regency consists of three professions of health workers including pediatricians, nutritionists, and physiotherapists. Guyub "Rawa Pening" is an interdisciplinary service team emphasizing the use of holistic approaches, working interdependently, using effective communication to ensure that various patient needs for health services are considered and served in an integrated manner. The existence of Guyub Rawa Pening is expected to help in the development of children so that the nutritional status of stunting and malnutrition children can be resolved. The design of this research is descriptive research with qualitative approach. Qualitative descriptive research is research that aims to describe and describe events and phenomena that occur in the field and present data systematically, factually, and accurately about the facts or phenomena that occur in the field. Respondents to the study were Tim Guyub "Rawa Pening" and the mother of stunting and malnourished toddlers. Some of the benefits of Guyub "Rawa Pening are to improve the quality of service in clinical conditions and in toddlers by cooperating with multidisciplinary teams, reducing the number of unnecessary or dangerous interventions, providing the best care and care options with maximum benefit, avoiding the occurrence of early medication errors and miscommunication, providing treatment options with the smallest risk

Keywords: Guyub Rawa Pening, service innovation, stunting, malnutrition

 

 

 

 

 

 

                                                                                                                                       BAB I

                                                                                                                              PENDAHULUAN

 

  1. LATAR BELAKANG

Balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi. Karena balita mengalami masa tumbuh kembang. Pada masa ini pertumbuhan sangat cepat diantaranya adalah pertumbuhan fisik dan perkembangan psikomotorik, mental dan sosial. Balita mempunyai risiko yang tinggi dan harus mendapatkan perhatian yang lebih. Semakin tinggi faktor risiko yang berlaku terhadap balita tersebut maka akan semakin besar kemungkinan balita menderita gangguan nutrisi. Gangguan nutrisi yang terjadi pada balita antara lain stunting dan gizi buruk. Data Unicef menunjukkan pada Tahun 2019 sebanyak 149 juta balita di dunia mengalami stunting (Unicef Indonesia, 2020). Di Indonesia, trend kejadian stunting pada balita dari Tahun 2013 ke Tahun 2018 mengalami penurunan. Riskesdas menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia pada Tahun 2013 sebesar 37,2% menurun menjadi 30,8% pada Tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018). Jumlah ini diperkirakan meningkat 15% dikarenakan penurunan daya beli masyarakat selama Pandemi Covid 19 berlangsung (Unicef Indonesia, 2020). Secara nasional, stunting berkontribusi terhadap 15-17% dari total kematian anak. Stunting selain untuk mendefinisikan pertumbuhan kerdil / pendek pada anak, juga menandakan bahwa anak dalam komunitas tidak berkembang dengan baik secara fisik dan mental terutama pada 1000 hari diawal kehidupannya. Stunting dapat digunakan sebagai indikator akurat mengenai ketidaksetaraan dalam masyarakat, dengan kata lain stunting dapat menjadi indikator adanya kemiskinan di masyarakat.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang pada 5 tahun terakhir (terhitung dari Tahun 2015 sampai Tahun 2020) persentase angka stunting mengalami penurunan dari 8,02% (Tahun 2015) menjadi 5,31% (pada Tahun 2020) namun tidak demikian dengan angka gizi buruk yang mengalami peningkatan dari 0,08% (Tahun 2015) menjadi 0,11% (pada Tahun 2020).

Tabel 1. Data Balita Usia 0-59 Bulan Teridentifikasi Stunting, Gizi Buruk dan Gizi Kurang

No

Uraian

2015

2016

2017

2018

2019

2020

1

Stunting

5,727

5,676

5,733

4,431

3,915

3,817

2

Gizi Buruk

60

66

61

57

67

76

3

Gizi Kurang

2,243

2,326

2,139

2,158

2,345

2,826

 

Jumlah Seluruh balita

71,374

73,181

73,203

72,104

72,979

71,870

 

% Stunting

8,02

7,76

7,83

6,15

5,36

5,31

 

% Gizi Buruk

0,08

0,09

0,08

0,08

0,09

0,11

 

% Gizi Kurang

3,14

3,18

2,02

2,99

3,21

3,03

Sumber: Data Primer Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang (2020)

Stunting atau disebut “kerdil (pendek / sangat pendek)” merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi, diantaranya pola pengasuhan gizi yang kurang baik, termasuk kurang pengetahuannya ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan. Intervensi yang sangat menentukan untuk mengurangi stunting perlu dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan dari anak balita. Beberapa penelitian menunjukan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan hanya sebesar 22,8% , 36,6% anak usia 7-23 bulan menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang sesuai dengan rekomendasi tentang pengaturan waktu, frekuensi dan kualitas (Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI, 2018).

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik yang ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan dan merupakan dampak dari ketidakseimbangan gizi. Menurut World Health Organization (WHO) Child Growth Standart, stunting didasarkan pada indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. Stunting masih merupakan satu permasalahan gizi di Indonesia yang belum terselesaikan. Stunting akan menyebabkan dampak jangka panjang yaitu terganggunya perkembangan fisik, mental, intelektual, serta kognitif. Anak yang terkena stunting hingga usia 5 tahun akan sulit untuk diperbaiki sehingga akan berlanjut sampai dewasa dan dapat meningkatkan risiko keturunan dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR).

Gizi buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks tersebut dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi terjadinya gizi buruk (severely wasted) yaitu kurang dari -3 SD (PMK No. 20 Tahun 2020). Gizi buruk (severely wasted) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Kondisi gizi buruk biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja terjadi (akut) maupun yang telah lama terjadi (kronis).

Penanganan stunting melibatkan kerjasama terintegrasi lintas sektor dan lintas program baik ditingkat nasional maupun daerah. Dalam rangka penanggulangan stunting dan gizi buruk, Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang merintis Tempat Pemulihan Gizi. Dasar rintisan Tempat Pemulihan Gizi ini adalah Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi Sebagai Upaya Penyelamatan Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) & Penurunan Stunting. Menindaklanjuti Peraturan Presiden tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang menetapkan Instruksi Bupati Semarang Nomor 002318 / 2019 tentang Gerakan Penanganan Stunting di Kabupaten Semarang.

Rintisan tempat Pemulihan Gizi tersebut melibatkan tim dari beberapa profesi /disiplin ilmu. Tim pelayanan interdisiplin ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah pasien yang kompleks, meningkatkan efisiensi dan kontinuitas asuhan pasien. Proses kerja sama interdisiplin dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan kualitas asuhan pasien, melalui tugas dan tanggung jawab serta ketrampilan secara komplementer. Literature mengidentifikasi 70 – 80% kesalahan (error) dalam pelayanan kesehatan disebabkan oleh buruknya komunikasi dan pemahaman didalam tim, kerjasama tim yang baik dapat membantu mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009).

Komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Suarli, 2014).

Tim pelayanan interdisiplin menekankan penggunaan pendekatan holistik, bekerja secara interdependen, menggunakan komunikasi secara efektif untuk memastikan bahwa berbagai kebutuhan pasien akan pelayanan kesehatan diperhatikan dan dilayani secara terintegrasi. Untuk model kolaborasi interprofesional seperti ini dibutuhkan tatanan dan kultur yang dapat mengakomodasi agar para profesional tumbuh dan belajar dalam situasi yang memungkinkan untuk saling percaya, berbagi peran secara kolaboratif dalam pengambilan keputusan, serta saling melibatkan pasien dan keluarganya balita (Susilaningsih, 2011). Pelayanan Terintegrasi memungkinkan tenaga kesehatan untuk mencapai pelayanan yang lebih maksimal. Pelayanan dimaksud adalah tatalaksana penanganan stunting dan gizi buruk yang memerlukan kompetensi dokter, ahli gizi dan fisioterapi serta preferensi keluarga balita. Elemen penting dalam kolaborasi Tim Pelayanan Terintegrasi yaitu keterampilan komunikasi yang efektif, saling menghargai, rasa percaya, dan proses pembuatan keputusan. Konsep kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan konsep hubungan kerjasama yang kompleks dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk pasien.

Oleh karena itu perlu adanya Tim Pelayanan Terintegrasi dalam rangka mendukung rintisan Tempat Pemulihan Gizi. Tim Pelayanan Terintegrasi tersebut diharapkan dapat membantu keluarga balita stunting dan gizi buruk untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi balita serta berperan aktif dalam mencegah stunting dan gizi buruk di wilayah Kabupaten Semarang yang bentuk inovasinya diberi nama Guyub”Rawa Pening” (Bersama Rawat Penyebab Stunting dan Gizi Buruk).

 

D. KEUNGGULAN INOVASI

Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan yang tuntas dan bermutu sangat didambakan. Melihat fenomena masih tingginya angka stunting tersebut menyebabkan tenaga kesehatan dituntut untuk lebih berinovasi terhadap pelayanan kesehatan, hal ini kadang menjadikan setiap profesi mempunyai tugas dan tanggung jawabnya menjadi over lapping dan terfragmentasi. Maka dari itu untuk menghadapi tantangan globalisasi tersebut perlu disusun strategi yang inovatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang memuaskan. World Health Organization (WHO) dalam Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice merekomendasikan suatu revolusi dalam praktik dan pendidikan tenaga kesehatan dengan pendekatan kolaborasi interprofesi untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu. Kolaborasi tim kesehatan dalam bentuk “Rawa Pening” sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan pengalaman yang berbeda. Salah satu kompetensi inti untuk melakukan kerjasama terintegrasi adalah dengan terjalinnya sistem yang baik seperti komunikasi terbuka, menunjukan rasa saling menghormati antara tenaga kesehatan, serta dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan bersama di semua elemen profesi kesehatan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Kolaborasi yang terbentuk dalam Guyub “Rawa Pening” bertujuan untuk memperkuat hubungan diantara profesi kesehatan yang berbeda seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi dalam penanganan balita stunting dan gizi buruk. Keunggulan Guyub “Rawa Pening” adalah :

1. Kemampuan dari pelayanan kesehatan yang berbeda dapat terintegrasi sehingga terbentuk tim Guyub “Rawa Pening” yang fungsional.

2. Kualitas pelayanan kesehatan dapat meningkat sehingga masyarakat mudah menjangkau pelayanan kesehatan di Rumah Pemulihan Gizi.

3. Bagi tim “Guyub Rawa Pening” dapat saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainnya dan menciptakan kerjasama tim yang kompak.

4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan manggabungkan keahlian unik professional.

5. Memaksimalkan produktivitas serta efektivitas dan efisiensi sumber daya.

6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.

7. Peningkatan akses ke berbagai pelayanan kesehatan malalui Rumah Pemulihan Gizi.

8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan.

9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan profesional sehingga dapat saling menghormati dan bekerja sama.

10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang makin terasah.

Nama : Ike Listiyowati,STP.M.Gizi
Alamat : Jl Gedang Asri II no 24 Ungaran Kabupaten Senmarang
No. Telepon : 081237061535