“BIOTA” SISTEM BIOPORI SEBAGAI KONSERVASI TANAH DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM BERBASIS INTERNET OF THINGS

ABSTRAK

Perubahan iklim yang tidak menentu yang diakibatkan oleh pemanasan global dan kurangnya daerah resapan air yang dikarenakan pembangunan gedung serta fasilitas tanpa mengukur tempat, menjadikan air tidak dapat dikontrol dengan baik. Hal tersebut tentu akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya kekeringan dan banjir yang bisa saja melanda sewaktu-waktu. Berdasarkan permasalahan tersebut,  diperlukan sebuah solusi yakni, “BIOTA Sistem Biopori sebagai Konservasi Tanah dalam Menghadapi Perubahan Iklim Berbasis IoT”. Alat ini dirancang dengan menggunakan sensor suhu DHT-11, sensor YL 69, kabel jumper serta NodeMCU ESP 8266 sebagai mikrokontroler. Penelitian ini menggunkan metode ADDIE  yang terdiri dari lima tahapan yaitu : Analisis, Desain, Pengembangan, Implementasi, d an Evaluasi. Biopori diletakkan secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman satu meter. IoT (Internet of Things) dalam penelitian ini berfungsi untuk memudahkan konektivitas antar perangkat. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil pengujian menggunakan sensor suhu dan sensor YL 69 dengan NodeMCU ESP 8266 sebagai mikrokonteler menunjukan tanah yang kering, kelembapan udara 50%, dan suhu 30oC pada kondisi tanah yang tidak diberi biopori. Sementara tanah yang diberi biopori menunjukan tanah yang lembap, kelembapan udara 80%, dan suhu 28oC. Berdasarkan hal tersebut menujukkan bahwa BIOTA ini berpengaruh dalam memperbaiki struktur tanah dan menjaga cadangan air dalam tanah tetap ada. Alat ini diharapkan mampu memberi solusi dalam konservasi tanah untuk menghadapi perubahan iklim.

 

Kata Kunci: Biota, sensor YL 69, DHT 11, dan Internet of Things.

Latar Belakang

Pemanasan global adalah naiknya suhu rata-rata diseluruh permukaan bumi akibat dari emisi gas rumah kaca dalam jumlah banyak, membuat energi panas matahari terperangkap di atsmofer (Kusumardhani et al, 2015).  Meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi yang terjadi adalah akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca, seperti; karbondioksida, metana, dinitro oksida, hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, dan sulfur heksafluorida di atmosfer. Efek rumah kaca sebagai suatu sistem di bumi sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di bumi. Suhu atmosfer bumi akan menjadi lebih dingin jika tanpa efek rumah kaca. Tetapi, jika efek rumah kaca berlebihan dibandingkan dengan kondisi normalnya maka sistem akan bersifat merusak (Utina, 2018).

Kebiasaan manusia yang membuat efek rumah kaca terus meningkat hingga melebihi kondisi normalnya, membuat efek dari pemanasan global mulai terlihat seiring waktu, salah satunya adalah perubahan iklim yang tidak menentu. Perubahan iklim yang tidak menentu ini menyebabkan banyak kerugian yang diantaranya adalah menurunnya kualitas tanah karena kekeringan, menurunnya kualitas air, dan menurunnya kuantitas air.

Masalah lainnya adalah kurangnya daerah resapan air yang dikarenakan pembangunan infrastuktur yang tidak mengenal tempat. Tempat yang menjadi area resapan air merupakan tempat yang jarang dilanda bencana banjir, dikarenakan daya resap dari tanahnya mampu menyerap air hujan, sehingga jarang terjadi banjir. Pembangunan gedung dan fasilitas tanpa mengukur lahan terbuka, akan membuat area resapan air berkurang secara bertahap (Karuniastuti, 2014). Berkurangnya area resapan air membuat air hujan tidak dapat terserap kedalam tanah. Hal tersebut menyebabkan air menggenang di beberapa tempat. Pembanguan fasilitas yang menggunakan beton atau paving juga membuat air tidak dapat terserap kedalam tanah dengan baik, hal ini akan membuat cadangan air dalam tanah berkurang seiring waktu. Berkurangnya cadangan air bersih dalam tanah akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya adalah menurunnya air bersih yang dapat dimanfaatkan masyarakat, kekeringan yang menjadikan tanah tidak subur dikarenakan organisme tanah yang tidak bisa bertahan hidup di dalam tanah kering, dan banjir yang akan terjadi di daerah yang tidak memiliki area resapan air.

Perubahan iklim yang tidak menentu serta area resapan air yang semakin berkurang akan menimbulkan berbagai masalah, maka diperlukan solusi berupa, “BIOTA: Sistem Biopori sebagai Konservasi Tanah dalam Menghadapi Perubahan Iklim Berbasis IoT”. BIOTA dapat meningkatkan daya resap air hujan sekaligus meningkatkan cadangan air bersih di dalam tanah. Tanah yang telah diberi sistem BIOTA akan menjadi lebih subur dan lebih banyak mengandung cadangan air dibandingkan dengan tanah yang belum diberi BIOTA. BIOTA dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembapan tanah yang mampu mendeteksi kelembapan tanah dengan pemantauan berbasis internet.

A. Keunggulan BIOTA

BIOTA merupakan alat biopori berbasis IoT yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

  1. Memperbaiki struktur tanah, menjaga cadangan air tetap ada, menyehatkan dan menyuburkan tanah.
  2. Sebagai konservasi tanah dalam menghadapi perubahan iklim. 
  3. Dilengkapi dengan beberapa sensor yakni, sensor DHT-11 yang dapat mengukur suhu dan kelembapan udara, sensor YL-69 yang mampu mendeteksi kelembapan tanah, dan NodeMCU ESP8266 sebagai mikrokontroler yang dapat terhubung dengan aplikasi Could Blynk sehingga dapat memantau perkembangan tanah melaui ponsel.

Nama : Iyasya Irfadana
Alamat : Jl. AKBP Agil Kusumadya No. 2, Ploso, Jati, Kudus
No. Telepon : 085865068151