"BISKUNING" (Inovasi MP-ASI Berbahan Pangan Lokal Ubi Kuning dan Daun Kelor sebagai Pencegah Stunting Pada Anak)

Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin. Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya. Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidak cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 2 tahun. Permasalahan tersebut dapat di cegah dengan gizi makanan yang seimbang. Beberapa masalah tersebut hampir sering terjadi, biasanya di akibatkan oleh seorang ibu yang salah dalam pemilihan makanan bergizi untuk anak. Pada kasus tersebut kami berinisiatif untuk membuat biskuit dengan bahan pangan ubi kuning dan daun kelor untuk meminimalisir kasus kekurangan gizi pada anak. Bahan yang terkandung dalam biskuit ini adalah ubi kuning atau ubi jalar kuning. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang unik karena memiliki beberapa varietas dengan karakteristik dan keunggulan. Ubi jalar kuning memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam pengolahan, kandungan zat gizinya cukup lengkap bahkan beberapa zat diantaranya sangat penting bagi tubuh karena berfungsi fisiologis. Fisiologis yaitu anthosianin dan karatenoid sebagai anti oksidan serta serat rapinasa yang berfungsi prebiotik. Selain ubi jalar kuning bahan lain dalam pembuatan biskuit ini adalah daun kelor. Daun kelor termasuk tanaman herbal yang memiliki kandungan berupa flavonoid, antioksidan, dan saponin dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, Daun kelor memiliki zat setara tiga kali potasium pisang. Jika dalam bentuk serbuk kandungan potasium kelor setara 15 kali potasium pisang. Satu mangkuk daun kelor setara dengan empat kali kalsium susu sebanyak 200 mililiter sehingga dapat digunakan dalam mencegah dampak stunting.


Kata Kunci: anak, biskuit, daun kelor, stunting, dan ubi jalar kuning

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu masalah yang disebabakan karena asupan gizi yang buruk. Di negara - negara miskin dan berkembang (Unicef, 2013), stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental (Lewit, 1997; Kusharisupeni, 2002; Unicef, 2013). Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE / mikronutrien) yang mempengaruhi anak sebelum lahir dan awal setelah lahir, terkait dengan kebutuhan gizi selama ibu hamil dan pertumbuhan janin (Silfia, S.2021).


Pada dasarnya, kelangsungan hidup dan kesehatan anak tidak dapat dipisahkan dari kesehatan ibu. Asupan zat gizi yang rendah dipengaruhi oleh pola asuh, salah satunya adalah perilaku pemberian makan yang tidak tepat. Kondisi stunting sulit ditangani bila anak telah memasuki usia dua tahun. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stunting pada anak, ibu perlu mengonsumsi asupan gizi yang baik terutama selama masa kehamilan hingga anak lahir dan berusia 18 bulan (Margawati, A. & Astuti, A. M. 2018).


Pengetahuan orang tua tentang kebutuhan gizi bagi anak merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh signifikan pada kejadian stunting. Salah satu upaya peningkatan pengetahuan untuk merubah perilaku pemberian makan pada anak yaitu dengan pemeriksaan gizi (Hestuningtyas, Tiara Rosania, and Etika Ratna Noer). Pendapatan ekonomi keluarga juga merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita. Suatu penelitian menyebutkan bahwa pada ibu yang memiliki anak berstatus gizi lebih adalah sebesar 51,7% ibu memiliki persepsi anaknya gemuk, sedangkan sebesar 45% ibu yang memiliki anak berstatus gizi lebih mempunyai persepsi bahwa ukuran tubuh anak normal. Hal ini membuktikan bahwa terjadi perbedaan persepsi pada ibu tentang status gizi anaknya. Jika anak mengalami kurang gizi, akan menurunnya daya tahan tubuh anak, postur tubuh anak menjadi pendek, perilakunya menjadi tidak tenang. Penelitian ini juga mengemukakan bahwa pendidikan ayah dan pendapatan perkapita yang rendah merupakan faktor risiko kejadian stunting (Indrawati, Sri, and Warsiti Warsiti).


Berdasarkan kelompok umur pada balita, semakin bertambah umur prevalensi stunting semakin meningkat. Prevalensi stunting paling tinggi pada usia 24-35 bulan yaitu sebesar 42,0% dan menurun pada usia 36-47 bulan. Stunting lebih banyak terjadi pada anak laki-laki (38,1%) dibandingkan dengan anak perempuan (36,2%). Daerah perdesaan (42,1%) mempunyai prevalensi stunting yang lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan (32,5%) (Riskesdas, 2013). Frekuensi pemberian MP-ASI yang kurang dan pemberian MP-ASI/susu formula terlalu dini dapat meningkatkan risiko stunting (Padmadas et al, 2002; Hariyadi & Ekayanti, 2011).


Pengaturan dan kualitas makanan yang diberikan kepada anak sangat tergantung kepada pendidikan dan pengetahuan ibu dan ketersediaan bahan makanan di tingkat rumah tangga. Kesadaran ibu terhadap gizi yang baik diberikan kepada anak memegang peranan yang penting dalam menjaga kualitas makanan yang diberikan. Penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga dengan perilaku sadar gizi yang kurang baik berpeluang meningkatkan risiko kejadian stunting pada anak (Riyadi et al, 2011).

BISKUNING merupakan bahan olahan alternatif bagi anak yang berupa biskuit dengan keunggulan, diantaranya :
1. 100% terbuat dari bahan alami.
2. Bahan yang mudah didapat di desa.
3. Mengandung gizi yang tinggi.
4. Harganya terjangkau bagi keluarga yang tidak mampu.

Nama : Syam Aji Prasetiadi
Alamat : Jl. Conge Ngembalrejo, Ngembal Rejo, Ngembalrejo, Kec. Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah 59322
No. Telepon : 0291 434871