Pembuatan Edible straw dari Limbah Kulit Sukun (Artocarpus Altilis) sebagai Upaya untuk Mengurangi Limbah Sedotan Plastik

ABSTRAK
Penggunaan plastik sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, jumlah sampah plastik juga semakin meningkat setiap tahun. Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik. Penggunaan plastik yang sering ditemui yaitu sedotan plastik, diperkirakan pemakaian sedotan plastik di Indonesia setiap harinya mencapai 93.244.847 batang. Sampah plastik pada umumnya dapat didaur ulang namun tidak dengan sedotan karena nilainya rendah dan sulit didaur ulang, maka tidak ada pelaku daur ulang yang bersedia mengambil. Hal ini berdampak pada peningkatan sedotan plastik karena tidak adanya tindakan daur ulang. Selain masalah sampah juga terdapat masalah gizi pada anak di Indonesia yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi sayuran dan buah. Data dari riset Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat tahun 2014 menyatakan bahwa sebanyak 97,7% untuk anak Indonesia yang berusia di bawah lima tahun kurang dalam mengonsumsi sayur dan buah.Oleh karena itu, kami membuat inovasi baru berupa pembuatan edible straw dari limbah kulit sukun untuk mengatasi limbah sedotan plastik yang aman untuk dikonsumsi (edible straw) serta dapat mudah terurai untuk meminimalisir masalah sampah sedotan plastik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) metode 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi karagenan (K) yang terdiri dari 2 level yaitu 2% (b/b) dan 4% (b/b) hingga 400 gram pure nanas. Faktor kedua adalah sorbitol (S) konsentrasi yang terdiri dari 2 taraf yaitu 8% (v/b) dan 10% (v/b) untuk 400 gram pure sukun. Analisis organoleptik dilakukan menggunakan uji hedonik yang meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, kemudahan mengisap, dan secara keseluruhan.Melalui inovasi tersebut diharapkan dapat membantu dalam meminimalisir masalah sampah sedotan plastik yang semakin buruk dan masalah gizi pada anak di Indonesia. 
Kata Kunci:Plastik, Edible Straw, Organoleptik

Latar Belakang
Limbah plastik merupakan isu penting secara global dan perlu segera diatasi. Berbagai macam limbah plastik yang dihasilkan, salah satu penyumbang terbesarnya yaitu sedotan plastik. Salah satu upaya untuk mengurangi limbah sedotan plastik adalah dengan membuat sedotan yang dapat dimakan (edible straw), sedotan ramah lingkungan atau sedotan biodegradable.Edible straw yang memiliki rata-rata kuat tarik terbesar terdapat pada S1K3 (sorbitol 8% dan karagenan 6%).
Limbah plastik merupakan permasalahan klasik yang dialami Indonesia belakangan ini. Tercatat sebesar 10,528 juta ton dari total produksi limbah nasional pada tahun 2017 merupakan limbah plastic (KLH, 2018). Di Indonesia pemakaian sedotan plastik mencapai 93.244.847 batang per harinya (DCA, 2018). Upaya pemerintah untuk mengendalikan limbah plastik telah terwujud dalam program pemerintah, antara lain "Indonesia Bebas Plastik 2025" yang diwujudkan dalam beberapa kegiatan antara lain pembatasan penggunaan kantong plastik di publik, larangan penggunaan sedotan plastik, program 3R (reduce, reuse, recycle) untuk sampah dengan pendekatan teknologi dan ekonomi sirkular. Untuk larangan penggunaan sedotan plastik telah terjawab dengan hadirnya beberapa sedotan ramah lingkungan antara lain, sedotan yang dapat dimakan dan mudah terurai (edible straw), sedotan stainless steel, sedotan kaca, sedotan akrilik, sedotan silikon, sedotan bambu, dan sedotan jerami. Edible straw yang telah beredar antara lain dengan bahan utama dari beras dan tepung tapioka, serta sedotan dengan bahan utama rumput laut.Pemakaian sedotan plastik sekali pakai di Indonesia mencapai angka 93.244.847 batang per hari (Rohmah dkk, 2019). Permasalahan pencemaran lingkungan akibat limbah plastik dapat diminimalkan dengan peralihan dari penggunaan sedotan plastik sekali pakai ke penggunaan sedotan yang bersifat reusable. Penggunaan sedotan reusable memiliki kelemahan yaitu tidak disukai konsumen karena dianggap kurang higienis dan sulit untuk dibersihkan sehingga edible cutlery berbentuk sedotan atau edible straw yang dapat digunakan sekali pakai menjadi salah satu alternatif.
Penggunaan bahan edible sebagai bahan baku pembuatan edible straw akan mampu mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Namun sejauh ini, khususnya di Indonesia, penelitian tentang pembuatan sedotan dari bahan edible masih belum pernah dilakukan. Padahal jika ditinjau dari potensi kekayaan alam khususnya komoditas pertaniannya, sangat memungkinkan untuk diterapkan. Apalagi jika dilihat pemanfaatan komoditas pertanian yang subgrade masih belum maksimal dan cenderung akan menjadi sumber loss pascapanen.
Sukun (Artocarpus altilis) adalah tanaman yang termasuk dalam family Moraceae. Buah sukun banyak dimanfaatkan sebagai makanan. Kandungan dari buah sukun yaitu protein, vitamin, kalsium, magnesium, kalium, tembaga, zat besi, thiamin, dan senyawa fenolik. Buah sukun dapat digunakan sebagai sumber makanan alternatif. Hasil penelitian Fakhrudin, et al. (2015) menyatakan daun sukun memiliki banyak kandungan antioksidan seperti flavonoid, xanthone, triterpenoid, dan stilbene. Dari beberapa antioksidan diatas, antioksidan yang paling banyak diteliti adalah flavonoid yang mempunyai aktivitas anti inflamasi.Penelitian mengenai manfaat daun sukun sudah banyak dilakukan, namun penelitian mengenai manfaat daun sukun masih jarang dilakukan.
Kulit sukun merupakan sumber pati yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa. Kulit buah sukun merupakan limbah dari pengolahan buah sukun mengandung pati sebesar 39.56%. Kulit sukun merupakan limbah kupasan dari hasil pengolahan yang berbahan dasar dari sukun. Sukun selama ini hanya dimanfaatkan bagian dagingnya, sedangkan kulit sukun dibuang atau sebagai pakan ternak. Produksi sukun di Indonesia tergolong tinggi 95.400 ton pada 2013 dan 92.500 ton pada 2014. Berdasarkan total buah sukun yang ada di Indonesia, kota Malang merupakan salah satu penyumbangnya, sehingga terdapat sentra industri yang khusus mengolah buah sukun. Selain buah sukun, gula juga merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang dapat di konsumsi langsung maupun untuk memenuhi kebutuhan pada proses pengolahan pangan. Pada 2016, produksi gula mentah hanya 2.21 juta ton, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 2.48 juta ton. Turunnya produksi ini mengakibatkan meningkatnya angka impor gula mentah yang mencapai 3.2 juta ton (Badan Pusat Statistik, 2016).
kulit buah sukun (Artocarpus alitilis (Parkinson) Fosberg) mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, yang bertindak sebagai antibakteri. Aktivitas antibakteri ekstrak metanol kulit buah sukun tertinggi diperoleh pada konsentrasi 100 mg/mL yaitu dengan zona hambata sebesar 11,95 mm pada S. aureus dan 10,23 mm pada E. coli, yang keduanya dapat dikategorikan memiliki daya hambat yang kuat

Keunggulan
Edible straw atau sedotan yang dapat dimakan ini bentunya seperti sedotan biasa berbahan plastik. Bedanya, sedotan ini dapat dimakan yang terbuat dari campuran halnya seperti edible film yaitu polisakarida, lemak dan protein. Kerusakan lingkungan terbesar saat ini diakibatkan sampah plastik dari pembungkus makanan, botol minuman, dan sedotan. Harga yang murah dan mudah dibuat menjadi penyebab menumpuknya sampah plastik.

Nama : Nurul Khotimah S.Pd
Alamat : Ngembalrejo, Bae, Kudus
No. Telepon : 088238678258