IMPLEMENTASI BOARD GAME “LAPANJI” SEBAGAI MEDIA PENGENALAN PERTOLONGAN PERTAMA SEKALIGUS PERANGSANG KECERDASAN MAJEMUK ANAK

Anak-anak usia sekolah dasar merupakan pribadi yang senang mempelajari sesuatu yang baru. Keaktifannya dalam mencari jawaban atas rasa penasaran membuatnya memiliki potensi tinggi mengalami penyakit ataupun cedera karena kurangnya kemampuan untuk mendeteksi bahaya. Pengetahuan dasar akan pertolongan pertama sangat diperlukan bagi anak agar dapat menangani kecelakaan yang terjadi di sekitarnya. Sayangnya, mayoritas anak-anak kurang atau bahkan belum mendapat edukasi mengenai pertolongan pertama dari petugas kesehatan, sekolah maupun keluarganya. Oleh karena itu, lewat penelitian ini peneliti merancang board game Lapanji sebagai permainan edukatif yang berfungsi untuk mengenalkan anak mengenai pertolongan pertama sekaligus memberikan stimulus untuk melatih kecerdasan majemuik. Peneliti memilih board game sebagai medianya karena sesuai dengan karakteristik-karakteristik anak.

Kata Kunci: Board game, Lapanji, pertolongan pertama, kecerdasan majemuk, anak usia sekolah dasar.

Anak-anak usia sekolah memiliki tingkat keaktifan yang tinggi ketika mengeksplorasi hal-hal baru di sekitarnya. Besarnya rasa ingin tahu anak yang tidak diseimbangi dengan kewaspadaan kerap menjadi awal mula munculnya suatu bahaya (Hutasoit dan Widowati, 2017).1 World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa cedera merupakan ancaman utama bagi kesehatan anak di dunia. Hal ini dikarenakan cedera menjadi penyebab 830.000 kasus kematian anak di setiap tahun. Selain itu, cedera dapat mengakibatkan kira-kira 16% berkurangnya masa hidup karena kecacatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kuschithawati, dkk. (2007) dilaporkan bahwa sebesar 34% kejadian cedera rumah tangga di pedesaan terjadi pada anak berusia 0-5 tahun dan 28% berumur 6-20 tahun. Untuk daerah perkotaan sebanyak 26% kasus cedera terjadi pada anak usia 0-5 tahun dan 20% berumur 6-20 tahun. Adapun data prevalensi cedera pada anak-anak usia sekolah dasar adalah 42,56% terdiri atas cedera ringan 36,89% dan cedera berat 5,7%. Jenis cedera terbanyak adalah tergores 31,2%, diikuti dengan cedera karena memar, terkilir, dan patah tulang 1,1%. Cedera karena patah tulang menyebabkan anak absen paling banyak 51,22%, dan juga menyebabkan kecacatan terbanyak 21,95%. Cedera paling sedikit yang menyebabkan anak absenadalah tergores 9,2%.

Menurut Walansendow, dkk. (2016) ada hubungan antara kondisi fisiologis dengan tingkat prestasi anak usia sekolah. Kecacatan yang terjadi dapat memberi dampak buruk yang luar biasa pada perkembangan serta produktivitas anak di masa depan (Jones dan Bartlett, 2006). Namun, hal-hal ini dapat diminimalisir dengan pembekalan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu seseorang, dengan bertindak secara individu ataupun secara kolektif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan penuh kesadaran (Kriswanto, 2012). Pemeliharaan kesehatan mencakup komponen perlindungan diri dari penyakit serta ilmu pertolongan pertama sebagai cara untuk mengatasi masalah kesehatan yang diderita. Pengetahuan akan pendidikan kesehatan akan berguna bagi seseorang yang sedang berada di situasi darurat. Menurut Bollig, dkk. (2009) pertolongan pertama sebaiknya diperkenalkan kepada anak sedini mungkin, karena kedepannya hal ini dapat mempengaruhi dan memotivasi anak untuk mengembangkan ketertarikannya terhadap pertolongan pertama dan membangun hidup sehat. Walaupun masih berusia dini, anak-anak cukup terbuka untuk menerima pelatihan (Bollig, dkk., 2009) dan bersedia berbagi pengetahuan dan keterampilan baru mereka dengan keluarga serta teman-temannya (Wilks Jeff dan Pendergast Donna, 2017).

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 6 Mei 2020 yang melibatkan 10 anak usia sekolah dasar yang sedang berada di sekitar Kabupaten Brebes, ditemukan bahwa 6 dari 10 anak yang diambil secara acak menyatakan tidak mengetahui ilmu dasar terkait pengetahuan pertolongan pertama. Hampir semua kejadian cedera ataupun penyakit mendadak ringan yang tidak membutuhkan bantuan medis hanya dibiarkan saja tanpa ditangani dengan prosedur pertolongan pertama. Anak-anak juga mengatakan bahwa belum pernah ada orang yang membahas atau mengajari mengenai pertolongan pertama di lingkungan keluarga maupun sekolahnya. Padahal pendidikan dasar pertolongan pertama harus diberikan kepada anak usia sekolah dasar karena mereka memiliki resiko tinggi cedera(Dirgantara, dkk., 2013).

Pendidikan kesehatan bagi peserta didik di tingkat sekolah dasar diarahkan untuk membina anak agar memiliki sikap dan perilaku hidup bersih, sehat, bugar dan berdisiplin (Nikmah dan Nadhiroh, 2017). Selain itu, anak usia sekolah dasar juga harus diarahkan untuk dapat mengendalikan cedera dan melakukan pertolongan pertama (Winingsih, 2019).13 Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian dalam menjaga diri sehubungan dengan tingginya risiko cedera yang dimiliki. Pemberian pendidikan terkait pengendalian cedera dan ilmu pertolongan pertama dapat dikemas melalui media pembelajaran. Media pembelajaran dapat dinilai baik apabila disesuaikan dengan karakteristik peserta didik (Astriani, 2018). Peserta didik sekolah dasar adalah anak-anak usia 6-12 tahun yang suka bermain. Dengan pemilihan konsep belajar sambil bermain, anak-anak tidak merasa bosan dalam mempelajari materi yang diberikan, sehingga proses belajar bisa menjadi optimal (Dirgantara, dkk., 2013).

Proses belajar menggunakan media dianggap lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian Supriyono (2018), ada beberapa alasan mendasar perlunya digunakan media dalam proses pembelajaran di ruang kelas, terutama bagi para siswa sekolah dasar, yakni karena, siswa SD cenderung masih berpikir kongkrit, sehingga materi pelajaran yang bersifat abstrak perlu divisualisasikan sehingga menjadi lebih nyata. Selain itu, penggunaan media dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa, mengurangi atau menghindari terjadinya verbalisme, membangkitkan nalar yang teratur, sistematis, dan untuk menumbuhkan pengertian dan mengembangkan nilai-nilai pada diri siswa. Umumnya, pembelajaran konvensional hanya terpusat pada kecerdasan verbal linguistik sehingga kurang efektif dalam meningkatkan intellegensi dan kemampuan anak. Salah satu solusi dari permasalahan kurangnya strategi pembelajaran yang bervariatif adalah strategi pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Anak usia sekolah dasar memerlukan kecerdasan majemuk untuk mencapai standar kompetensi sehingga mereka menjadi lulusan sekolah dasar yang memiliki kualitas secara utuh. Kecerdasan majemuk yang meliputi berbagai jenis kecerdasan pada manusia memang sangat penting untuk dioptimalkan. Pengoptimalisasian kecerdasan merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mendukung program pemerintah untuk mem enuhi hak rakyat.

Penelitian tentang penggunaan media papan permainan pernah dilakukan oleh Agusnila (2014). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang “Dakocan” sebuah permainan papan yang berfokus pada peningkatan hasil pembelajaran pencatatan akuntansi dengan cara mengocok dadu untuk menempati perusahaan mana yang akan dimilikinya. Pemain diharuskan untuk melalui semua petak jalan yang sudah disediakan sesuai alurnya untuk mencapai finish. Perancangan board game pada penelitian ini meningkatkan jumlah siswa yang tuntas ulangan harian dalam materi pencatatan akuntansi perusahaan jasa dengan KKM 75 (sekurang-kurangnya >=75%), dengan pencapaian sebesar 91,67% atau 33 siswa.Pembelajaran dengan permainan Dakocan berhasil meningkatkan ratarata hasil ulangan harian siswa pada pokok bahasa pencatatan akuntansi perusahaan jasa dengan pencapaian sebesar 82,88%. Kelemahan yang terdapat pada penelitian ini adalah lama waktu bermain yang kadang melebihi jatah waktu satu kali pertemuan pada proses pembelajaran.

Penelitian dengan topik penggunaan board game sebagai media pembelajaran juga pernah dilakukan oleh Fajarizka (2016). Penelitian ini menguji rancangan board game “Caraka” sebagai media alternatif untuk membantu mengatasi kesulitan belajar aksara jawa. Permainan ini ditargetkan untuk siswa usia 8-10 tahun. Hal yang menjadi latar belakang dalam penelitian ini adalah karena mayoritas siswa menyatakan bahwa buku atau media belajar yang digunakan kurang menarik. Oleh karena itu, peneliti merancang “Caraka” sebagai alternatif dalam permasalahan ini. Hasil penelitian yang didapatkan adalah bahwa papan permainan ini mampu menumbuhkan minat anak untuk mencoba belajar aksara jawa yang dirasa sulit bagi mereka. Materi aksara jawa yang disampaikan justru menjadi daya tarikoleh para pemain ketika pendamping mengajak bermain.

Berdasarkan hasil penelitian yang dijadikan sebagai referensi dalam laporan ini, dapat disimpulkan bahwa board game merupakan media yang tepat sebagai alat bantu penyampaian materi dan mampu untuk menumbuhkan minat peserta didik dalam penggalian informasi sehingga peneliti tertarik untuk menciptakan gagasan inovasi dalam bidang pendidikan kesehatan yang membahas mengenai pencegahan cedera dan pertolongan pertama dengan metode bermain. Bermain dianggap sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak usia muda. Gagasan belajar sambil bermain ini akan dikemas dalam bentuk board game atau media papan, dengan peraturan bermain yang dirancang untuk bisa merangsang kecerdasan majemuk anak.Media board game merupakan media non elektronik yang dapat memicu pemain untuk belajar sambil melakukan interaksi dengan pemain lain. Maka dari itu peneliti mengajukan judul “Implementasi Board Game Lapanji Sebagai Media Pengenalan Pertolongan Pertama Sekaligus Perangsang Kecerdasan Majemuk Anak”. Board game ini akan dirancang dengan menggabungkan teori antara pendidikan kesehatan yang mencangkup ilmu pertolongan pertama, kecerdasan majemuk dan desain visual. 

1. Anak bisa mendapatkan pengetahuan baru. Board game Lapanji membawa topik pertolongan pertama yang sangat penting, tetapi jarang dibahas, atau disosialisasikan ke anak-anak. Board game Lapanji tercipta atas keprihatinan penulis terhadap banyak anak yang masih belum mengerti cara menangani luka ketika mereka sedang cedera. Berdasarkan hasil survei penulis di lingkungan Kecamatan Brebes, penulis mendapati bahwa masih banyak keluarga dan sekolah yang tidak mengedukasikan cara penanganan pertolongan pertama ke anak-anak. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pihak Palang Merah Indonesia yang berada di Kabupaten Brebes, mereka juga menyatakan bahwa belum pernah digelar sosialisasi mengenai pertolongan pertama kepada anak sekolah dasar, dikarenakan tidak ada perintah dari pusat. Oleh karena itu, board game ini pasti bisa berperan penting sebagai alat bantu pengajaran dasar pertolongan pertama kepada anak.

2. Menolong pengajar untuk bisa lebih menarik perhatian anak-anak melalui permainan.

3. Membantu memvisualisasikan materi melalui gambar-gambar, sehingga anak menjadi lebih mengerti dan tidak mudah bosan.

4. Board game dilengkapi dengan elemen desain yang membuat anak-anak terpincut.

Nama : HEAVEN VALENTINE
Alamat : Jalan Jendral Sudirman no. 93 Brebes
No. Telepon : 087733832250