BUNDA & KOPERASI SANITASI, Sistem Pemberdayaan Masyarakat Menuju Sanitasi Aman Berkelanjutan Untuk Mencegah Stunting

Indonesia pernah dinyatakan oleh UNICEF sebagai negara penyumbang BABS terbesar ke-2  dunia dengan jumlah BABS 63 jt jiwa pada th 2012. Diantara dampaknya adalah 70% air tanah Indonesia tercemar bakteri e.coli; dan 150.000 balita /tahun meninggal dunia akibat diare. Proposal ini dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian  sanitasi  aman berkelanjutan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan sebagai langkah preventif  untuk mencegah peningkatan kondisi stunting.

Membiasakan perilaku hidup sehat dan saniter pada masyarakat serta mendorong percepatan Stop BAB-Sembarangan di Kota Magelang harus dilakukan secara sinergis oleh berbagai pemangku kepentingan yang ada.  Sangat diperlukan hadirnya seorang figur yang berperan sebagai Penggerak . Pengukuhan Ibu Hj. Niken Ichtiyati MSi (istri Walikota Magelang) sebagai  BUNDA SANITASI menjembatani  berbagai pemangku kepentingan dan menjadi fasilitator dalam upaya perubahan perilaku masyarakat.

Langkah selanjutnya setelah edukasi masyarakat berhasil adalah mengupayakan terbangunnya akses sanitasi layak. Dalam tahun 2022 / 2023 di Magelang dilakukan pembangungan akses sanitasi layak berupa tangki septik individu sejumlah lebih dari 500 unit di rumah-rumah warga. Hal ini cukup menggembirakan tetapi juga menimbukan kekhawatiran timbulnya masalah baru 3-5 tahun ke depan apabila tidak ditindaklanjuti dengan penyedotan lumpur tinja pada tangki septik yang dibangunkan saat ini. Sistem KOPERASI SANITASI yang berdasarkan azas gotong royong merupakan solusi terbaik untuk dapat menggiring masyarakat melakukan pemeliharaan sanitasi aman berkelanjutan.

Bunda Sanitasi dan Koperasi Sanitasi adalah sebuah keharusan untuk menjamin terwujudnya aman berkelanjutan dalam persanitasian.  Bila tidak maka akan menjadi sia-sialah berbagai upaya yang dilakukan dan anggaran yang telah dikeluarkan dalam pembangunan sanitasi.

 

Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) adalah komitmen global dan nasional dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat; mencakup 17 tujuan, yaitu: (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Kesehatan dan Sanitasi merupakan bidang-bidang yang mendapat perhatian pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu pada poin tiga dan enam. Akses sanitasi layak (sudah memiliki jamban sendiri) merupakan infrastruktur dasar untuk mendorong kualitas kesehatan masyarakat.  Pada tahun 2021 akses terhadap santasi layak di Kota Magelang sudah cukup bagus yaitu sebesar 98,15%. Tetapi pencapaian sanitasi aman (memiliki jamban   sendiri dan melakukan penyedotan lumpur tinja dalam 3-5 th sekali) masih sangat kecil, dibawah 10%.

Sementara itu, sanitasi buruk akan berakibat buruknya kualitas air tanah yang menjadi sumber air yang digunakan dalam konsumsi kita sehari-hari. Indikator kualitas air yang digunakan secara ilmiah di laboratorium adalah kandungan e-coli (bakteri yang hidup didalam usus bagian bawah manusia) ; dan menurut penilaian dari UNICEF, 70% air tanah di Indonesia sudah tercemar  bakteri e-coli.  Sanitasi yang buruk dapat menimbulkan penyakit infeksi pada bayi dan baduta serta diare, dan kecacingan yang dapat mengganggu proses pencernaan dan penyerapan nutrisi. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu lama maka dapat  mengakibatkan kondisi stunting pada anak. 

Terkait upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesehatan & kesejahteraan masyarakat, penurunan angka prevalensi stunting yang hingga saat ini masih di atas 20% merupakan isue prioritas dalam program pembangunan nasional. Dalam RJPMN 2020-2024, Pemerintah mentargetkan angka prevalensi stunting dapat diturunkan dari 24% menjadi 14%.

Penanganan masalah stunting hingga kini lebih menekankan pada perbaikan gizi, sementara sesungguhnya kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia adalah AIR.  Kualitas air yang dikonsumsi akan berefek pada kualitas kesehatan manusianya. Sedangkan kualitas air sangat ditentukan oleh bagaimana manusia mengelola sanitasi di lingkungan rumah tangga dan sekitarnya. 

Hasil penelitian yang telah dilakukan di 13 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa akses sanitasi aman mampu mencegah kejadian stunting 1,45 sampai 8,51 kali. Selanjutnya, ibu hamil dan anak baduta yang hidup dalam lingkungan yang tidak saniter memiliki risiko stunting hingga 40%.  Dengan kondisi tersebut jelaslah bahwa akses sanitasi layak dan aman menjadi salah satu faktor penting dalam menyelesaikan masalah stunting di Indonesia. Agus Suprapto, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) mengemukakan hal ini dalam pidatonya di acara City Sanitation Summit (CSS) XX di Tangerang, 7 September 2022. (Prasetya,D., 2022).

Pada kenyataannya, membangun akses sanitasi bagi masyarakat tidak semudah membangun infrastruktur lain seperti jalan, taman, atau fasilitas umum lainnya.  Membangun sanitasi terkait dan harus diawali dengan membangun perilaku saniter masyarakat. Pembangunan sarana fisik secara sepihak (top down) hanya akan berakibat pemborosan anggaran karena bisa jadi tidak dimanfaatkan atau bahkan ditolak oleh masyarakat. Banyak bangunan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat (SPALDS) Komunal yang dibangun oleh Pemerintah sudah lebih dari 3 tahun masih belum dimanfaatkan oleh warga sekitarnya.  Masyarakat masih melakukan kebiasaan membuang limbah kotorannya langsung ke sungai atau kali terdekat.   Demikian pula dengan pembangunan bantuan Septic Tank individu di rumah-rumah warga, tidak semudah memberi bantuan berupa uang tunai ataupun sembako.  Bantuan pembangunan jamban gratis 100% pun tidak serta merta diterima dengan tangan terbuka oleh warga.  Mereka keberatan kalau bagian rumahnya (misalnya lantai keramik) dibongkar untuk dibangun septic tank, atau tamannya menjadi rusak karena dibangun instalasi septic tank di sana.  Hal ini semua disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang Sanitasi Aman dan  dampaknya terhadap kualitas hidup keluarga dan anak keturunannya dimasa mendatang.  Perilaku masyarakat yang tidak mengindahkan pentingnya tata kelola sanitasi dalam kehidupan sehari-hari telah mengakibatkan banyak pencemaran terhadap lingkungan terutama sumber air tanah yang sesungguhnya merupakan salah satu sumber kehidupan bagi manusia.   Menjadi tanggungjawab semua elemen bangsa dalam mengupayakan perubahan perilaku kurang bertanggungjawab ini.

Terkait perlunya merubah perilaku hygiene dan saniter masyarakat, Pemerintah melalui PERMENKES no. 3 th 2014, telah menetapkan satu pendekatan yang dirumuskan sebagai  Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) sebagai acuan untuk memicu masyarakat agar kondusif dan mendukung program-program pembangunan sanitasi.

Seperti halnya keprihatinan terhadap rusaknya lingkungan telah melahirkan kelompok masyarakat pegiat lingkungan spt: Greenpeace, Zero Waste Indonesia, World Wildlife Fund (WWF) dll, keprihatinan terhadap buruknya sanitasi telah melahirkan kelompok masyarakat peduli lingkungan khususnya terhadap sanitasi dan air minum, yaitu Forum Tembang Tidar (FTT) di Kota Magelang.  FTT telah memulai kegiatannya sejak Juli 2021 dan berupaya memperjuangkan perubahan perilaku masyarakat terhadap persanitasian.  Proposal ini merupakan Tindak lanjut dari kegiatan dan  pengalaman pegiat di lapangan termasuk kendala dan rencana aksi yang diperlukan sebagai solusinya.

Perumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas maka untuk dapat berjalannya pembangunan sanitasi di masyarakat diperlukan edukasi untuk merubah perilaku masyarakat sesuai pilar-pilar STBM yang telah dirumuskan oleh Pemerintah. 

Strategi pemerintah untuk merealisasikan STBM diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan yang kondusif (enable environment) baik dari sisi masyarakatnya maupun dari aparatur negara melalui OPD pelaksananya.

Permasalahan yang timbul adalah sbb:

  1. Dalam tatanan sosial yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, yaitu: Pemerintah, pelaku usaha (BUMN/Swasta), lembaga pendidikan/ akademisi, dan kelompok masyarakat serta masyarakat itu sendiri sering terjadi kemacetan komunikasi dan koordinasi sehingga sulit terwujud sinergi ataupun kolaborasi antar pemangku kepentingan tersebut. Bagaimana caranya menjembatani berbagai pemangku kepentingan yang ada sehingga dapat melancarkan proses perubahan perilaku saniter masyarakat?
  2. Bagaimana langkah selanjutnya setelah pemicuan perubahan perilaku berhasil, adakah sistem yang dapat mendukung terwujudnya sanitasi aman secara berkelanjutan agar dapat berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi faktor penyebab kejadian stunting?

 

  1. Inovasi ini merupakan satu terobosan menciptakan SANITASI AMAN, selangkah kedepan setelah SANITASI LAYAK.
  2. Bunda dan Koperasi sanitasi merupakan satu rangkaian proses yang menuntaskan masalah sanitasi dari awal perubahan perilaku hingga tindaklanjut setelah  terbangunnya  akses sanitasi layak (tangki septik) untuk memastikan  tercapainya sanitasi aman berkelanjutan.
  3. Bunda dan Koperasi Sanitasi dapat menjadi role model dan contoh system untuk diterapkan di kota/kabupaten lain di Indonesia.

Nama : Wijaya Bodro Wardhani
Alamat : Jl. Barito 2 No. 28 RT 3 / RW 9 Kedungsari, Magelang Utara, Kota Magelang
No. Telepon : 085870513328