P3KO (Penangkapan, Pelarutan, dan Pemakaian Karbon dioksida) berbasis IoT.

P3KO (penangkapan, pelarutan, pemakaian karbon dioksida) merupakan suatu alat yang dapat mengurangi kadar estimasi karbon dioksida di udara. P3KO merupakan sebuah alat otomatis berbasis Arduino Uno R3 sebagai mikrokontroler dan ESP 32 sebagai akses IoT. Dengan adanya ESP 32 ini dapat menjadikan pengolahan data lebih cepat dan praktis. Tujuan penelitian kami adalah untuk mengurangi kadar karbon dioksida di udara. Gas karbondioksida (CO2) dipakai sebagai komparasi terhadap kenaikan temperatur akibat adanya kenaikan gas rumah kaca karena memberi kontribusi terbesar dalam pemanasan global (Cahyono, 2009). Pemanasan global memiliki dampak negative, menurut Westmacott et al, (2000) diperkirakan kenaikan suhu menganggu kemampuan zooxanthellae untuk berfotosintesis, dan dapat memacu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka.

Jadi kami meneliti tentang bagaimana cara karbon dioksida dapat larut dalam air agar kami dapat menyimpanya dalam waktu yang lama. Hal ini bertujuam agar mengurangi emisi CO2 di udara bebas. Dahuri (2003) menambahkan bahwa meningkatnya Emisi CO2 di atmosfer, turut mempengaruhi perubahan senyawa kimia karbon di permukaan laut sehingga mempengaruhi penurunan pH dan konsentrasi ion karbonat. Selain untuk mengurangi kadar CO2, kami juga menggunakan karbon dioksida larut ini untuk mengurangi kadar pH tanah bagi kentang,karena kentang dapat tumbuh subur pada pH 5 - 6,5 ataupun mengurangi pH sebuah aquarium yang memiliki CO2 rendah untuk fotosintesis bagi tanaman air. Hasil penelitian ini adalah menurunnya pH air yang awalnya memiliki rata rata pH 7-8 menjadi pH 5-6. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Dahuri (2003).

Keyword : Pemanasan Global, Karbon dioksida, IoT, Arduino

Karbon merupakan salah satu   bahan   yang terdapat   di   udara   sebagai   karbon   dioksida (CO2), di air sebagai CO2 terlarut, dan di tanah sebagai bebatuan karbonat. Karbon adalah bahan    dasar    penyusun    semua    kehidupan, senyawa-senyawa  ini  dimakan  oleh  konsumen, sehingga karbon berpindah-pindah dari tanaman ke hewan dan dari hewan kembali lagi ke udara berupa gas (Gonick dan Outwater, 2004). Pemanasan global (global warming) adalah peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh makin banyaknya zat pencemaran (polutan) dalam udara (Suhandini, 2002: 69). Sedangkan Hira Jhamtani menyatakan bahwa pemanasan global adalah peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh ‘gas-gas rumah kaca (Foley, 1993: xiv). Pemanasan global memiliki dampak negatif, menurut Westmacott et al, (2000) diperkirakan kenaikan suhu menganggu kemampuan zooxanthellae untuk berfotosintesis, dan dapat memacu produksi kimiawi berbahaya yang merusak sel-sel mereka. Hewan karang akan mengalami kehilangan 60-90% dari jumlah alga zooxanthellae-nya dan alga zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50- 80% dari pigmen fotosintesisnya selama peristiwa coral bleaching (Glynn, 1996). Dalam Westmacott et al, (2000) laju kalsifikasi (produksi kapur CaCO3) akan meningkat seiring meningkatnya laju fotosintesis alga zooxanthellae. Sebaliknya, dengan terhambatnya fotosintesis, akan menurunkan laju kalsifikasi dan petumbuhan karang menjadi lambat. Dahuri (2003) menambahkan bahwa meningkatnya emisi CO2 di atmosfer, turut mempengaruhi perubahan senyawa kimia karbon di permukaan laut sehingga mempengaruhi penurunan pH dan konsentrasi ion karbonat, yang dapat menurunkan kejenuhan CaCO3. Bahkan peningkatan CO2 menyebabkan berkurangnya laju kalsifikasi, sehingga menurunkan kemampuan adapatasi karang terhadap peningkatan paras laut.

Menurut survei tahun 1982 dan 1983 lautan pasifik mengalami kenaikan suhu, mengakibatkan coral bleaching sehingga menurunkan sekitar 70-95% terumbu karang di daerah tersebut (Primack et al, 1998). Sementara itu, Westmacott et al (2000) melaporkan bahwa sepanjang tahun 1998 telah terjadi di kawasan Asia-Pasifik yang sangat parah pada kondisi terumbu karangnya akibat bleaching, dengan tingkat kerusakan mencapai 75%-90% dari total terumbu karang yang berada pada kawasan ini. Maka dengan adanya melihat data data diatas kita juga dapat melihat potensi kerusakan dimasa mendatang.

            Menurut data Bank Dunia, di Indonesia setiap tahun sekitar 600 ribu sampai 3,5 juta hektar hutan tropis musnah (Suara Merdeka, 23-4-07). Pembukaan hutan tropis yang dijadikan tempat pemukiman dan lahan pertanian hingga mencapai 60%, lalu 4,5 juta hektar hutan ditebang dan dibakar hanya untuk membuat ladang-ladang sementara, sehingga hutan menjadi gundul memberikan sumbangan sebesar 25% dari total kenaikan emisi CO2. Penggundulan hutan itu pada dasarnya merupakan pengikisan sumber oksigen terbesar di dunia yang jelas sangat pentng bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup yang hidup di bumi ini. Pohon - pohon pada dasarnya berfungsi sebagai penyerap CO2 dan mengubahnya menjadi oksigen melalui proses fotosintetis (Todaro, 2000: 519). Banyak ahli memperkirakan bahwa suhu rata-rata akan naik bertambah dari 1,4°C sampai dengan 5,8°C sampai tahun 2100. Sedangkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memprediksi bahwa suhu global cenderung meningkat sebesar 1,1°C sampai 6,4°C dalam 90 tahun ke depan (IPCC dalam Masters, 2012). Hal ini menjadi acuan peneliti mengembangkan alat P3KO untuk memberikan solusi baru untuk mengurangi gas CO2 diudara sebagai bentuk mengurangi efek buruk gas rumah kaca yang akan berujung kepada pemanasan global.

  1. Alat P3KO berbahan dasar air yang dapat menjadi media pelarutan gas CO2 diudara.
  2. Alat P3KO dilengkapi dengan Arduino Uno R3, yaitu sebuah mikrokontroler yang dapat membuat alat mampu beroprasi secara otomatis.
  3. Alat P3KO tidak mengeluarkan sisa hasil kerja mesin.
  4. Alat P3KO merupakan alat berbasis IoT. Selain dilengkapi dengan Arduino Uno R3 alat ini juga dilengkapi oleh ESP32 yang dapat menghubungkan sistem alat secara online.

Nama : Muhammad Hanif Al Falah
Alamat : Jl. Jambeyan, Garut 1, Dawung, Kec. Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah 57293
No. Telepon : +62 858-7839-5878