SMART SAFETY HELMET

Kecelakaan kerja saat proses penggalian sumur gali, industri pertambangan, pabrik dan kilang minyak yang disebabkan karena adanya gas beracun seperti CO, CO2, H2S, NH3, dan CH4 sering menimbulkan korban jiwa. Keberadaan gas-gas pencemar udara juga menyebabkan perusahaan terkena sanksi lingkungan hidup. Inovasi ini bertujuan membuat smart safety helmet yaitu helm pelindung diri yang dilengkapi sensor MQ-2 untuk mendeteksi gas beracun yang dihubungkan dengan aplikasi Telegram yang ada pada smartphone menggunakan teknologi IoT. Pengumpulan data menggunakan uji kalibrasi dan ujicoba lapangan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif statistik. Pembuatan smart safety helmet dilakukan dengan mengintegrasikan perangkat arduino sensor MQ-2, power bank, buzzer, LCD, dan teknologi IoT yang terhubung dengan HP operator atau penanggung jawab proyek, sehingga mampu mendeteksi dan menginformasikan gas-gas berbahaya serta status keamanannya. Berdasarkan hasil uji kinerja alat dan hasil uji kalibrasi terbukti smart safety helmet efektif digunakan oleh para pekerja tambang, penggali sumur, pekerja pabrik dan kilang minyak. Bila kadar gas-gas berbahaya menyentuh ambang batas atau melebihinya maka peringatan akan terbaca pada LCD, buzzer akan berbunyi, dan notifikasi akan terkirim ke operator sehingga, operator atau penanggung jawab proyek bisa segera menginformasikan kepada para pekerja agar segera menyelamatkan diri. Demikian pula tim teknis perusahaan dapat segera mengambil tindakan untuk menurunkan kadar gas berbahaya di lokasi kerja atau pabrik.

Sanksi bagi pencemaran lingkungan seperti tersebut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup cukup membuat banyak pengusaha merasa gelisah. Pasalnya asap pabrik yang mengeluarkan gas CO, CO2 dan HC yang melebihi batas mutu udara ambien bakal diberi sanksi administrasi hingga pencabutan ijin berusaha. 
Belum reda kegelisahan para pengusaha tersebut, Pemerintah berencana menerapkan pajak karbon. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan disebutkan bahwa pajak karbon adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon dari suatu perusahaan yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Latar belakang pemberlakuan pajak karbon menurut Media DPR RI (2021) tidak terlepas dari upaya pengendalian emisi gas rumah kaca mengingat Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement untuk berkomitmen melakukan penurunan emisi sebelum tahun 2030.
Menurut Holandari (2020) beberapa negara juga telah menerapkan pajak karbon, seperti Finlandia pada tahun 1990, disusul Swedia dan Norwegia pada tahun 1991, Jepang dan Australia pada tahun 2012, Inggris pada tahun 2013, Tiongkok pada tahun 2017 dan Singapura pada tahun 2019. Kemudian disusul berbagai negara lainnya yang ikut menerapkan pajak karbon. Sehingga banyak perusahaan seperti pabrik semen dan PLTI yang mengkhawatirkan bengkaknya sanksi dan pajak yang harus ditanggung mengingat kontrol terhadap cemaran karbon yang tidak mungkin dapat dipantau dalam radius yang terlalu jauh dari alat pemantau karbon. Meskipun demikian tidak semua pabrik memiliki alat pemantau karbon.
Selain itu, industri kilang minyak juga turun menyumbangkan gas berbahaya yang mudah terbakar seperti butana. menurut Marbun (2021) gas butana cukup berbahaya bagi kesehatan manusia. Risiko jangka pendek adalah menyebabkan mual, muntah, pusing, batuk dan sesak di dada. Paparan gas butana dalam waktu yang lama dapat mengganggu kinerja paru-paru, memicu peradangan, dan meningkatkan risiko kanker. Senyawa kimia butana bersifat karsinogenik yang memicu risiko kanker kulit.
Banyak pula terjadi penggali sumur yang pingsan bahkan tewas akibat menghirup gas beracun yang ada di dalam sumur. Tiga orang pekerja penggali sumur di Desa Klampok Probolinggo mengalami keracunan gas beracun. Dua orang di antaranya tewas (Medcom, 20/05/2021). Pada hari Rabu, 3 November 2021, dua pekerja penguras sumur di Desa Bucu Jepara tewas karena menghirup gas beracun (Muhardiansyah, merdeka.com 4/11/2021). Pada hari Minggu, 21 Desember 2021 dua pekerja sebagai penggali sumur di Desa Tepus Kulon Magelang pingsan setelah menghirup gas beracun. Salah satu orang berhasil dievakuasi dalam keadaan selamat, namun satu orang lainnya dievakuasi dalam keadaan meninggal dunia, Minggu (Antoni, iNews 26/12/2021). Dan masih banyak lagi kasus serupa di Indonesia.
Kasus serupa juga terjadi dalam dunia pertambangan. Pada tahun 2017 pernah terjadi insiden tiga orang karyawan subkontraktor PT Freeport keracunan gas di lokasi tambang, satu orang tewas (Antara, 18/10/2017). Lima orang dilaporkan tewas akibat menghirup gas beracun dari dalam gorong-gorong di Kota Tangerang, pada hari Kamis, 7 Oktober 2021. Tiga orang di antaranya adalah pekerja yang sedang memperbaiki kabel internet di bawah tanah (Niaga.Asia, 2021).  Sembilan pekerja pengeboran sumur panas bumi PT Geo Dipa Energi di Desa Dieng Kulon Banjarnegara keracunan gas beracun di lokasi pengeboran. Satu di antaranya tewas (Chakim, Suara Merdeka12/03/2022).
Dengan demikian dibutuhkan pengembangan alat pelindung diri (APD) seperti safety helmet yang mampu  mendeteksi keberadaan gas-gas berbahaya di lokasi industri, pabrik, kilang minyak, dan pertambangan.

1. Kemampuan mendeteksi secara cepat kadar gas-gas pencemar yang dihasilkan pabrik, industri, pertambangan dan kilang minyak.
2. Kemampuan melakukan deteksi dini gas-gas beracun di lokasi pertambangan, industri, dan kilang minyak.
3. Kemampuan memberikan peringatan dini bahaya polusi udara di luar ambang batas dan ancaman gas-gas beracun yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti kebakaran di area kilang minyak, keracunan di lokasi pabrik, dan kematian di lokasi pertambangan atau penggalian sumur.

Nama : ROHADATUL NUR AFIFAH
Alamat : JALAN LOGAWA RT 03/02 KARANGRENA, MAOS, CILACAP
No. Telepon : 085730865946