DAWANS (DEGRADATION AGENT OF WATER AND SOIL PESTICIDE CONTAMINATION)

Kabupaten Brebes merupakan sentra budidaya bawang merah di Indonesia. Pestisida kimia sangat sering dan banyak digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit bawang merah. Penggunaan pestisida kimia yang melebihi dosis anjuran berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Bioremediasi lingkungan tercemar pestisida menggunakan mikroba yang berasal langsung dari lingkungan tercemar menjanjikan, efektif, dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Produk inovasi berupa formula bioremediasi berbasis Indigenous Bacteria memiliki keunggulan karena mampu meremediasi pestisida dengan tingkat efektivitas yang tinggi dibandingkan dengan agen dari luar lingkungan. Hal ini diperlukan untuk mengatasi masalah pencemaran pestisida di Kabupaten Brebes dan daerah pertanian lainnya. Melihat hal tersebut, kami telah mengembangkan produk inovasi bernama DAWANS (Degradation Agent of Water and Soil Pesticide Contamination). Tujuan pengembangan produk ini yaitu untuk menyediakan produk bioremediasi yang dapat menurunkan cemaran pestisida di lingkungan yang tercemar. Produk inovasi ini telah mendapatkan penghargaan setara Silver Medal di ajang Seoul International Invention Fair tahun 2022 dan mendapatkan penghargaan Thailand Award for The Best International Invention and Innovation dari National Research Council of Thailand.

Bawang merah (Allium cepa) merupakan komoditas hortikultura yang banyak diminati. Meningkatnya permintaan dari Bawang merah disebabkan oleh populasi yang berkembang pesat di Indonesia. Sentra tanaman bawang merah yang memenuhi kebutuhan tersebut permintaan adalah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Produksi bawang merah tahun 2015 di Brebes adalah sebesar 311.296 ton atau 66,07% memberikan kontribusi terhadap total produksi bawang merah di Provinsi Jawa Tengah (Kementerian Pertanian, 2016). Budidaya bawang merah kegiatan yang dilakukan oleh petani memiliki beberapa kendala. Kendala tersebut dapat berupa hama dan penyakit yang menyerang tanaman bawang merah. Kegiatan pengendalian yang dapat dilakukan oleh petani di melindungi tanaman bawang merah dari hama dan penyakit tanaman adalah dengan menggunakan pestisida kimia.

Tanah di dekat perkebunan bawang merah di Wanasari dan Kersana di Brebes telah terkontaminasi residu organofosfat dalam kontaminasi tingkat tinggi senyawa klorpirifos, 0,555 ppm in Kersana dan 0,278 ppm di Wanasari (Nining et al., 2019). Pestisida kimia merupakan bahan yang sangat beracun berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat berdampak negatif pada petani dan lingkungan. Ini mengandung sifat polutan dan menyebarkan radikal bebas, menyebabkan kerusakan organ seperti mutasi genetik dan gangguan saraf pusat (Insani et al., 2018). Selain itu, bahan kimia beracun residu yang tertinggal pada produk pertanian dapat memicu kerusakan sel, penuaan dini dan munculnya penyakit degeneratif (Kumar et al. 2008). Sementara itu, penggunaan pestisida berdampak negatif pada hasil tanaman hortikultura yang masih mengandung pestisida dan dapat mencemari ekosistem pertanian tanah. Peningkatan penggunaan pestisida sebanding dengan dampak pencemaran pada bawang merah sentra budidaya. Masalah pencemaran pestisida perlu segera diselesaikan (Setiyo et al., 2011).

Berdasarkan informasi dari petani, penggunaan pestisida kimia menjadi kebiasaan yang menyebabkan ketergantungan. Petani biasanya menggunakan pestisida yang tidak sesuai dosis dan kecenderungan yang dianjurkan untuk melebihi itu. Mereka berpikir bahwa semakin banyak dosis pestisida yang digunakan, semakin efektif hasilnya mengendalikan hama tanaman bawang merah. Selain itu, teknik aplikasi pestisida juga tidak tepat, yaitu dengan mencampurkan beberapa jenis pestisida dalam satu kali aplikasi. Bahkan, penggunaan yang berlebihan pestisida dapat meningkatkan keberadaan residu pestisida di lingkungan. Analisis dari pestisida pada tanaman bawang merah yang mengandung bahan kimia berupa organofosfat (klorpirifos dan profenopos) yang melampaui batas residu maksimum (Jett, 2017).

Organofosfat adalah pestisida yang terdiri dari ester asam fosfat atau asam tiofosfat. Insektisida ini paling beracun untuk hewan vertebrata seperti ikan, burung, kadal dan mamalia. Pestisida ini memiliki efek menghambat distribusi impuls saraf dengan mengikat enzim asetilkolinesterase (Aristyantyo, 2013). Organofosfat berpotensi karsinogenik dan sangat berbahaya karena ikatan organofosfat dan pestisida cholinesterase hampir tidak dapat diubah. Keracunan dapat timbul karena penyerapan dari beberapa tempat, termasuk kulit dan pernafasan Petani yang menggunakan pestisida tersebut dapat menyerap organofosfat dalam jumlah besar. Menurun aktivitas cholinesterase sampai 60% akan menimbulkan gejala non spesifik seperti pusing, mual, lemas, nyeri dada dan lain-lain. Penggunaan pestisida dalam jumlah yang besar ini dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap kesehatan, salah satunya adalah munculnya neurobehavioral atau gejala neurotoksik (Aristyantyo, 2013).

Pestisida yang termasuk golongan organofosfat adalah Azinophosmethyl, Chlorpyrifos, Demeton Metil, Dichlorvos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon dan Klorpirifos (Dhamayanti & Saftarina, 2018). Menurut data Kementerian Kesehatan (Depkes) yang melakukan pemantauan keracunan pestisida organofosfat dan karbamat di kalangan petani di 27 provinsi di Indonesia, Aktivitas kolinesterase petani 61,82% normal, keracunan berat 1,3%, sedang 9,98% keracunan dan 26,89% keracunan ringan (Badrudin & Jazilah, 2012).

Solusi untuk mengatasi masalah pencemaran pestisida dapat dilakukan dengan menggunakan bioremediasi metode. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan memperoleh bakteri yang dapat menurunkan cemaran pestisida dengan tingkat efektivitas tertinggi. Oleh karena itu, ada sebuah kebutuhan akan produk yang dapat digunakan oleh petani atau pemerintah daerah dalam mengatasi pencemaran pestisida masalah tanah dan air. Prospek dari penelitian ini dapat menghasilkan produk berupa bakteri yang dapat menjadi agen bioremediasi pestisida. Produk ini diharapkan mudah diaplikasikan karena sifatnya yang cair sehingga dapat meresap merata ke dalam tanah dan bercampur dengan air.

  1. Komposisi produk yang terdiri dari empat bakteri yang memiliki kemampuan untuk menguraikan cemaran pestisida dalam jumlah yang tinggi.
  2. Produk berupa kapsul sederhana yang terbuat dari bahan organik sehingga ramah lingkungan dan larut dalam air.
  3. Produk tidak menyebabkan polusi karena bakteri diisolasi dari lahan budidaya.
  4. Saat ini belum banyak dikembangkan produk bioremediasi pestisida di Indonesia.

Nama : Irwandhi
Alamat : Jalan Desa, Desa Tipar, Rawalo, Banyumas, Jawa Tengah
No. Telepon : 082322191100