ABBA Braille (Alat Bantu Belajar dan Membaca Braille) sebagai Inovasi Alat Bantu untuk Belajar dan Membaca Huruf Braille secara Mandiri

Keterbatasan akan indra penglihatan yang dialami oleh seseorang penyandang tunanetra menyebabkan ia memiliki keterbatasan dalam mengakses informasi. Braille merupakan suatu sistem pembelajaran yang sangat penting bagi penyandang tunanetra yang dapat memberikan fasilitas untuk mengenal sistem membaca dan menulis. Saat ini, tingkat buta huruf bagi penyandang tunanetra di banyak negara masih sangat tinggi. Hal ini disebabkan berbagai faktor, antara lain kurangnya perhatian pemerintah, keterbatasan tutor pengajar huruf braille, serta kurangnya perhatian masyarakat sekitar kepada penyandang tunanetra menyebabkan tingkat buta huruf penyandang tunanetra meningkat. Produk inovasi ini merupakan sebuah alat bantu belajar Braille yang memungkinkan penyandang tunanetra untuk dapat mempelajari sistem penulisan huruf braille secara mandiri. Sistem perancangan alat dibuat dengan biaya terjangkau dan bersifat portable sehingga mendukung mobilitas penyandang tunanetra untuk belajar huruf braille secara mandiri di mana pun dan kapan pun. Dengan adanya alat ini diharapkan dapat membantu penyandang tunantera untuk memahami sistem penulisan huruf braille tanpa ketergantungan kepada guru pembimbing, menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai teknologi asistif, serta untuk mengurangi tingkat buta huruf bagi penyandang tunanetra di Indonesia.

Berbagai penelitian sampai saat ini masih terus dilakukan untuk membantu mendukung aktifitas penyandang disabilitas khususnya tunanetra di seluruh dunia. Tunanetra adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan kondisi seseorang yang mengalami gangguan atau hambatan dalam indra penglihatan.

Secara global, setidaknya 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan. Setidaknya 88,4 juta orang di dunia mengalami gangguan penglihatan jarak sedang atau berat atau kebutaan karena kelainan refraksi yang tidak tertangani (Blindness and Vision Impairment Collaborators, 2021). Pertumbuhan penduduk dan penuaan diperkirakan akan meningkatkan risiko lebih banyak orang mengalami gangguan penglihatan (WHO, 2021). Di Indonesia, berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan RI, jumlah tunanetra mencapai 1,5 % dari seluruh penduduk. Jika saat ini penduduk Indonesia berjumlah 250 juta, berarti, sekurang-kurangnya saat ini ada 3,750,000 tunanetra, baik kategori buta maupun lemah penglihatan. Ini bukan jumlah yang sedikit. Menurut sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk usia sekolah adalah 40 % dari keseluruhan jumlah penduduk. Ini berarti, 40 % dari 3,750,000 tunanetra di Indonesia adalah tunanetra usia sekolah (6 – 18 tahun). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada September 2016, jumlah anak penyandang disabilitas usia sekolah yang bersekolah baru 12 %, – ini tentu juga termasuk anak-anak tunanetra. Di bidang tenaga kerja, Pertuni memperkirakan sekurang-kurangnya 80 % dari tunanetra usia dewasa yang bekerja masih bekerja sebagai pemijat tradisional dengan income yang rata-rata masih rendah. Sebagai dampaknya, sebagian besar mereka masih berada di garis kemiskinan, yang selalu bergantung pada pemberian pihak lain, termasuk bantuan sosial dari pemerintah (PERTUNI, 2017).

Ketunanetraan dapat mengakibatkan keterbatasan bagi penyandangnya, antara lain adalah keterbatasan dalam memperoleh informasi. Oleh karena itu, dalam memperoleh informasi seorang penyandang tunanetra menggunakan indra non-visual yang masih dapat berfungsi salah satunya, yaitu indra perabaan. Membaca dan menulis Braille merupakan salah satu sarana bagi para penyandang tunanetra untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan orang lain. Kemampuan membaca dan menulis Braille bagi penyandang tunanetra memiliki peranan yang sama dalam hal penyelenggaran pendidikan seperti pada orang normal (Parag Wagh et al, 2016).

Dengan keterbatasan yang dimiliki, penyandang tunanetra tetap memiliki hak untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang sesuai dengan UUD 1945 pasal 31. Dalam dunia pendidikan telah tersedia suatu layanan khusus bagi peserta didik tunanetra dengan penggunaan huruf Braille yang digunakan sebagai media membaca dan menulis. Untuk menguasai huruf Braille, peserta didik memerlukan penguasaan teknik identifikasi huruf, penguasaan arah, penelusuran baris serta kepekaan indera perabaan yang baik. Dalam mengasah kemampuan tersebut diperlukan latihan dan pembelajaran yang intensif oleh guru, didukung dengan metode dan media pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran huruf braille selama ini masih konvensional dan membutuhkan pendampingan guru secara intensif dalam proses pembelajarannya. Hal ini menyebabkan peserta didik tunanetra sangat bergantung pada guru dan mengalami kesulitan dalam mempelajari huruf braille. Di sisi lain, perbandingan jumlah guru yang tersedia untuk mengajarkan huruf braille sangat timpang dengan jumlah peserta didik yang membutuhkan pendampingan dalam proses belajar membaca dan menulis huruf braille.

Teknologi saat ini menjadi hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam peranannya untuk membantu penyandang tunanetra. Perkembangan teknologi menjadi semakin pesat seiring dengan maraknya inovasi berupa berbagai peralatan canggih yang dikembangkan dengan suatu rancangan produk khusus bagi penyandang tunanetra.

Selaras dengan perkembangan teknologi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencetuskan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) sebagai kesepakatan pembangunan global. SDGs merupakan pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. SDGs sendiri mencakup 3 pilar, yaitu pilar ekonomi, sosial, dan masyarakat. Tujuan keempat SDGs, yaitu memastikan pendidikan yang inklusif dan berkualitas setara, juga mendukung kesempatan belajar seumur hidup bagi semua (https://www.sdg2030indonesia.org/), yang artinya semua penduduk yang ada di dunia ini termasuk penduduk inklusi berhak mendapat pendidikan dan fasilitas yang setara dengan penduduk yang bukan inklusi.

Berdasarkan latar belakang ini maka diperlukan suatu inovasi teknologi berupa alat bantu belajar yang dapat membantu penyandang tunanetra dalam mempelajari sistem penulisan huruf braille secara mandiri, tanpa ketergantungan pada guru pendamping. Salah satu solusinya, yaitu dengan ABBA Braille (Alat Bantu Belajar dan Membaca Braille) yang merupakan sebuah alat bantu belajar huruf braille yang dirancang dengan biaya terjangkau, portable, dan memungkinkan seorang penyandang tunanetra untuk belajar huruf braille secara mandiri di mana pun dan kapan pun tanpa bantuan pengajar.

Produk ABBA Braille memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

  1. berukuran kecil, sehingga praktis dan portable;
  2. standalone, karena dalam penggunaannya tidak diintegrasikan dengan software maupun hardware lain;
  3. harga terjangkau, karena komponen-komponen dalam produk ABBA Braille mudah dicari dan harganya terjangkau;
  4. produk ABBA Braille bisa digunakan oleh guru SLB, peserta didik tunanetra, maupun masyarakat umum kapan pun dan di mana pun;
  5. hemat listrik dan tidak perlu dihubungkan dengan sumber energi listrik eksternal karena menggunakan baterai rechargeable; dan
  6. ramah lingkungan, karena dalam proses produksinya tidak menghasilkan emisi gas buangan.

Nama : Musfiq Amrulloh, S. Pd.
Alamat : Tandon RT 001/002, Pare, Selogiri, Wonogiri 57652
No. Telepon : 08983934107