Slow Maturation Box : Alat Penunda Kematangan Buah Menggunakan Oksidator Kalium Permanganat (KMnO4) dengan Sistem Deteksi Warna Sensor TCS3200

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai sumber daya hayati dan keunggulan komparatif berupa produk pertanian yaitu buah-buahan. Masyarakat menengah kebawah yang bekerja sebagai pedagang buah kerap mengalami kerugian akibat proses pemasaran buah yang tidak optimal. Kerugian tersebut diakibatkan terjadinya pembusukan pada buah selama proses pemasaran. Oleh karena itu, teknologi pasca panen perlu dikembangkan dalam skala portable dan tepat guna agar pedagang buah dapat mengefisiensi proses penyimpanan buah. “Slow Maturation Box” menjadi teknologi tepat guna berupa alat penunda kematangan buah pada wadah High Density Polyethylen (HDPE) menggunakan oksidator kalium permanganat (KMnO4) yang ditambahkan zat absorben silica gel dan serbuk kayu dengan sistem deteksi warna sensor TCS3200 sehingga dapat digunakan secara praktis. Alat ini mampu memperpanjang masa simpan buah dari kondisi normal. Selain dalam skala portable, alat ini memiliki prospek untuk dikembangkan dalam skala industri.

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai sumber daya hayati dan keunggulan komparatif berupa produk pertanian. Salah satu produk pertanian tersebut berupa komoditas hortikultura khususnya buah-buahan yang tergolong dalam komoditas bernilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekonomis tersebut merupakan implikasi dari meningkatnya permintaaan masyarakat terhadap buah-buahan. Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa produksi buah di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 25.975.508 ton. Besarnya hasil produksi tersebut perlu dilakukan penanganan lebih lanjut agar dapat bersaing dalam pangsa pasar.

Masyarakat menengah kebawah yang bekerja sebagai pedagang buah kerap mengalami kerugian akibat proses pemasaran buah yang tidak optimal. Kerugian tersebut diakibatkan terjadinya pembusukan pada buah selama proses pemasaran. Adapun keluhan yang dilontarkan masyarakat kecil antara lain buah yang musiman, penyortiran secara berkala, penawaran harga yang sangat rendah, serta perintisan usaha yang relatif lama (BisikanBisnis.com). Disisi lain, tingkat konsumsi buah telah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam tiga dekade terakhir. Dengan demikian, reputasi produsen, dan akibatnya posisi mereka di pasar, didasarkan pada kualitas produk, yang membuat kontrol kualitas menjadi penting (Carvalho et al., 2021).

Komoditas hortikultura memiliki sifat intrinsik mudah terkontaminasi, serta sensitif terhadap suhu sehingga mudah mengalami susut dan pembusukan. Hal tersebut apabila tidak ditangani lebih lanjut akan berpengaruh besar terhadap kualitas dan harga buah yang akan menghadapi pangsa pasar. Oleh karena itu, perlu adanya penanganan buah pasca panen hingga buah hasil produksi tersebut sampai ke tangan konsumen. Saat ini penanganan buah pasca panen tersedia dalam teknologi skala besar dan biaya yang relatif mahal seperti Controlled Atmosphere Storage (CAS) dan Modified Atmosphere Storage (MAS). Adapun teknologi berupa refrigerasi yang hanya memanfaatkan suhu rendah saja, sedangkan setiap buah memiliki suhu dan Relative Humidity (RH) yang berbeda-beda. Selain itu terdapat teknologi tingkat mikro seperti Micro-Environment Packaging yang memanfaatkan lilin pelapis buah serta polyethylen. Teknologi ini memiliki efek samping berupa rusaknya enzim pada buah akibat kondisi asam apabila pemberian lilin melebihi batas kadar serta sifat lilin yang mudah mencair sehingga perlu adanya dukungan pada pengendalian suhu (Warsyidah et al., 2019). Teknologi pasca panen perlu dikembangkan dalam skala portable dan tepat guna agar masyarakat menengah kebawah yang mata pencahariannya sebagai penjual buah hortikultura dapat mengefisiensi proses penyimpanan buah sehingga mengurangi kerugian akibat proses maturasi (pematangan) yang berlangsung secara cepat. Fenomena kerugian yang dialami oleh masyarakat terjadi akibat daya simpan buah yang relatif bertahan dalam waktu singkat (Larasari et al, 2016).

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis memiliki gagasan berupa perancangan purwarupa yang bertujuan untuk menciptakan alat penunda kematangan buah berbasis mikrokontroller dengan memanfaatkan aktivitas Kalium Permanganat (KMnO4) sebagai oksidator gasetilen. Alat penunda kematangan buah ini disebut dengan “Slow Maturation Box”. Mikrokontroller berupa sensor TCS3200 akan memudahkan para pengguna dalam memonitor tingkat kematangan buah, sehingga dalam proses pengontrolan daya simpan dapat lebih efisien. Alat ini dilengkapi dengan zat absorben (serbuk kayu dan silica gel) yang bekerja sebagai absorbsi air (H2O) selama KMnO4 mengoksidasi gas etilen di dalam box. Alat ini menggunakan High Density Polyethylen (HDPE) sebagai wadah untuk mencegah keluarnya karbondioksida (CO2) dan etilen glikol yang berperan dalam pengendalian suhu di dalam box serta berperan dalam mencegah terjadinya kerusakan fisik pada buah. Alat ini diharapkan mampu menunjang proses penyimpanan buah dalam jangka waktu yang lama serta dengan harga yang yang terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah.

Berikut beberapa keunggulan Slow Maturation Box jika dibandingkan dengan teknologi pasca panen pada umumnya:

a.     Cocok digunakan untuk pedagang buah

Teknologi yang telah berkembang yaitu berupa Controlled Atmosphere yang memanfaatkan CO2 sebagai penghambat respirasi buah dan masih dalam skala besar. Pada alat Slow Maturation Box, alat pengatur kematangan buah sudah diatur dalam skala kecil sehingga cocok digunakan untuk pedagang buah kelas menengah kebawah dalam mengatasi kerugian yang disebabkan kebusukan pada buah.

b.     Alat bersifat portable atau mudah dibawa kemana-mana

Slow Maturation Box memanfaatkan kontainer dengan ukuran 52 Liter, sehingga alat ini bersifat portable jika dibandingkan dengan teknologi Controlled Atmosphere dan Modified Atmosphere yang memiliki skala besar. Hal ini juga membuat Slow Maturation Box dapat dibawa kemana saja.

c.     Menjaga buah dari kerusakan enzim

Pada umumnya kemasan mikro pada buah dilengkapi dengan pelapisan lilin dari lebah. Pelapisan lilin yang terlalu banyak mengakibatkan kerusakan enzim pada buah dikarenakan sifat lilin yang asam serta menghambat perombakan karbohidrat, sehingga kandungan total padatan terlarut juga tidak mengalami peningkatan. Pada alat Slow Maturation Box, tidak menggunakan pelapisan lilin dari lebah sehingga dapat menjaga buah dari kerusakan enzim yang menyebabkan menurunnya khasiat dari buah tersebut.

d.     Biaya produksi yang relatif murah

Pembuatan Slow Maturation Box hanya memerlukan biaya produksi yang relatif murah jika dibandingkan dengan teknologi pasca panen yang pernah ditemukan sebelumnya. Selain itu, bahan dan alat yang diperlukan mudah ditemukan di toko kimia dan elektronik di Kota Semarang maupun wilayah lainnya.

e.     Mampu untuk menunda tingkat kematangan buah sehingga memperpanjang umur dan kesegaran buah.

Slow Maturation Box menggunakan prinsip Micro-Environment Packaging yang memanfaatkan plastik HDPE dengan permeabilitas O2 yang paling rendah diantara jenis plastik lain sehingga dapat menghambat laju respirasi pada buah. Kalium permanganat (KMnO4) bersifat sebagai oksidator yang kuat terhadap etilen di dalam buah dan silica gel akan menyerap air sisa reaksi yang terjadi sehingga kesegaran buah tetap terjaga.

Nama : Apriyani Nurul Hidayah
Alamat : Jalan Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
No. Telepon : 082327279887