“TORI” TONG SAMPAH MAGGOT TERINTEGRASI SISTEM BIOPORI BERBASIS IOT (Internet of Things)

Pertumbuhan penduduk dunia yang kian tahun terus meningkat, menjadikan produksi sampah ikut meningkat Sampah organik adalah sampah yang mudah terdegradasi sehingga dapat dengan mudah terurai, seperti sampah dapur, sisa makanan, kulit buah dan sayur. Banyak sampah organik yang tidak terkelola dengan baik, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada masyarakat sekitar. Berdasarkan permasalahan tersebut, diperlukan solusi yakni, “TORI” Tong Sampah Maggot Terintegrasi Sistem Biopori Berbasis IoT (Internet of Things). Alat ini dirancang menggunakan sensor suhu DHT-11, sensor air hujan, sensor PIR, sensor YL 69, kabel jumper serta ESP 8266 sebagai mikrokontroler. Penelitian ini menggunakan metode ADDIE yang terdiri dari lima tahapan yaitu : Analisis, Desain, Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. Tong sampah yang telah dilubangi bagian tengah bawah dipasangi biopori yang dilengkapi dengan IoT. Internet of Things dalam penelitian ini berfungsi untuk memudahkan konektivitas antar perangkat. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil pengujian menunjukkan bahwa TORI dapat mendeteksi keberadaan maggot di tempat sampah, menampilkan data suhu di tempat sampah, dan hasil pengujian menunjukkan kelembapan tanah yang kering pada tanah yang tidak diberi TORI. Pengujian dilakukan menggunakan sensor DHT-11, sensor YL-69, sensor PIR, dan sensor air hujan dengan ESP 8966 sebagai mikrokontroler. Tanah yang diberi TORI menunjukan kondisi tanah yang lembap, Maggot dapat menguraikan sampah organik selama 24 jam. Berdasarkan hal tersebut menujukkan bahwa TORI dapat memperbaiki struktur tanah, sebagai inovasi teknologi yang mampu memberi solusi dalam menguraikan sampah organik secara langsung, konservasi tanah serta untuk perkembangbiakan maggot.

Kata Kunci : Maggot, sensor YL 69, DHT 11, Sensor PIR, dan Internet of Things.

Pertumbuhan penduduk dunia terus meningkat, menurut data PBB dalam revisi tahun 2017 penduduk dunia telah mengalami pertambahan penduduk satu miliar jiwa selama dua belas tahun terakhir. Pertumbuhan penduduk juga dialami di Indonesia. Indonesia adalah negara yang mempunyai jumlah penduduk yang banyak. Jumlah penduduk Indonesia menempati urutan pertama negara dikawasan Asia Tenggara, sedangkan menempati urutan ke-4 di dunia. Dengan jumlah (215,27 juta jiwa), Cina (1,306 miliar jiwa), India (1,068 miliar jiwa) (Suartha 2016). Pada tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia menunjukkan angka sebesar 205.135 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 10.380 juta jiwa atau sebesar 5.33 persen dari tahun 1995 (Mustika 2011). Pertumbuhan penduduk terus terjadi pada setiap negara, terutama pada negara berkembang. Hal tersebut diakibatkan oleh tingginya angka kelahiran pada negara itu sendiri, akibatnya terjadi ledakan penduduk. Pesatnya pertumbuhan penduduk di Indonesia menimbulkan suatu permasalahan. Masalah yang timbul akibat dari lonjakan penduduk adalah meningkatnya jumlah konsumsi masyarakat yang mengakibatkan penumpukan sampah. Sampah merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan manusia yang berwujud padat, baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat terurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan (Yuwono 2010). Pengelolaan sampah memerlukan manajemen yang baik dimulai dari tempat pembuangan sampah sementara (TPS) hingga tempat pembuangan akhir (TPA). Sedangkan pengolahan sampahnya memerlukan teknologi yang tepat agar produk pengolahannya tidak menghasilkan sampah kembali (Rukmini dkk, 2020).

Aktivitas manusia yang terus menghasilkan sampah tentu akan membuat lingkungan kurang enak dipandang. Menurut penelitian Pusat Lingkungan Hidup ITB, rata-rata per rumah tangga di Indonesia menghasilkan 2,5 kg sampah per hari. Kegiatan konsumsi manusia yang terus mengalami peningkatan berdampak pada jumlah sampah yang dihasilkan. Berdasarkan laporan kegiatan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), terdapat 60% sampah organik di Indonesia dan sumber timbulan sampah terbesar ada pada rumah tangga yaitu sebesar 48% (Hoston, 2015).

Pemasalahan sampah organik tidak bisa dihiraukan, karena sebagian besar sampah rumah tangga adalah sampah organik (Hoston 2015). Sampah organik adalah sampah yang mudah terdegradasi sehingga dapat dengan mudah terurai, seperti sampah dapur, sisa makanan, kulit buah, daun, rating, sayur, dan buah-buahan. Banyak sampah organik yang tidak terkelola dengan baik, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan pada masyarakat sekitar. Selain itu sampah organik yang tidak terurai dengan baik akan menimbulkan banyak masalah, yakni bau sekitar yang tidak sedap, lalat yang mengerumuni sampah, serta dapat menimbulkan wabah penyakit. Meski memiliki banyak dampak negative, sampah organik juga memiliki dampak positive apabila dalam pengelolaannya dapat diimbangi dengan ilmu dan tenknologi dalam menanganinya (Wiryono dkk. 2020). Maka, oleh hal tersebut diperlukan sebuah inovasi yakni, “TORI” Tong Sampah Maggot Terintegrasi Sistem Biopori Berbasis IoT (Internet of Things). Alat yang dirancang dengan Node MCU Esp8266, Sensor Kelembapan Tanah, Sensor DHT-11, Sensor Pir, dan Sensor NPK ini memiliki banyak manfaat dalam mengelola sampah organik, dengan memanfaatkan larva maggot sebagai pengurai sampah dan gabungan sistem biopori, TORI dapat menjadi trobosan baru dalam menangani masalah sampah organik.

Alat yang telah dilengkapi dengan sistem IoT (Internet of Things) ini dapat mendeteksi kelembapaan tanah pada tanah yang telah di beri biopori, serta dapat mendeteksi ada atau tidaknya maggot dalam tong sampah. Selain itu, bipori disini juga bermanfaat dalam meningkatkan daya resap air tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah lewat pengomposan sampah organik.

TORI merupakan teknologi tempat sampah berbasis IoT yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

  1. Menguraikan sampah organik secara langsung dengan mengembangbiakan maggot di dalamnya.
  2. Memperbaiki struktur tanah, menutrisi tanah, menyehatkan dan menyuburkan tanah.
  3. Dilengkapi dengan beberapa sensor yakni, sensor DHT-11 yang dapat mengukur suhu di dalam tong sampah, sensor YL-69 yang mampu mendeteksi keberadaan air di dalam tanah, sensor PIR yang dapat mendeteksi keberadaan larva maggot dalam tempat sampah, sensor Air hujan untuk mendeteksi keadaan sekitar apakah sedang hujan atau tidak, dan NodeMCU ESP8266 sebagai mikrokontroler yang dapat terhubung dengan aplikasi Blynk sehingga dapat memantau perkembangan tanah melaui ponsel secara real time.
  4. Mempercepat waktu dalam menguraikan sampah organik sehingga mengurangi sampah organik di lingkungan sekitar.

Nama : Iyasya Irfadana
Alamat : Jl. AKBP Agil Kusumadya No. 2, Ploso, Jati, Kudus
No. Telepon : 085865068151