CEILENDRA 4.0-(URBAN FARMING ON THE CLOUD SYSTEM)

Perubahan cuaca yang tidak menentu akibat semakin parahnya pemanasan global mengakibatkan cekaman bagi tanaman sayur yang berakibat pada penurunan tingkat produksinya (Adib, 2014). Hal ini semakin diperparah dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman padat penduduk, jalan tol dan fasilitas publik lainnya. Fenomena ini diprediksikan akan menimbulkan krisis pangan yang berdampak pada ketergantungan antar wilayah. Salah satu indikator terjadinya krisis pangan yang dapat dirasakan saat ini adalah tingginya harga sayur organik di wilayah perkotaan karena ketidakseimbangan supply and demand.

Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan adalah melalui intensifikasi pertanian dan peternakan perkotaan atau biasa disebut dengan Urban farming (Fauzi et. al.,2016). Pembuatan alat inovasi berupa ceilendra 4.0 ini bertujuan untuk untuk merancang sebuah alat budidaya tanaman dengan menerapkan teknologi Internet Of Thing (IoT) berbasis awan (cloud data) sesuai dengan era industri 4.0 yang murah, mudah dan efisien sehingga dapat meningkatkan minat masyarakat terhadap urban farming. Otomatisasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat ini adalah penyiraman, pemupukan, pencahayaan serta pengaturan suhu dan kelembaban yang terintegrasi. Alat ini juga didesain untuk memanfaatkan bahan baku lokal berupa limbah industri kapuk randu sebagai media tanam. Uji coba menggunakan tanaman sawi yang dibudiayakan secara otomatis menggunakan alat ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan hasil analisis produk, pembuatan alat ini akan dapat menyerap tenaga kerja pada bidang komputer, pertanian dan elektronika. 

 

Keyword: urban farming, ceilendra 4.0, IoT, Ketahanan pangan keluarga.

Kebutuhan akan bahan pangan merupakan hal yang paling mendasar bagi manusia. Diantara jenis bahan pangan adalah sayur dan buah yang sangat penting karena mengandung serat, vitamin dan mineral yang berperan dalam menjaga kesehatan tubuh (Pardede, 2013). Hermansyah (2021) menyebutkan bahwa rerata konsumsi sayur masyarakat Indonesia adalah sebanyak 70 gr/orang/hari dan akan terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan sayuran tersebut harus diimbangi dengan ketersediaan lahan dan faktor pendukung lain seperti kondisi lingkungan yaitu cahaya, curah hujan, kelembaban, nutrisi.

Perubahan cuaca yang tidak menentu akibat semakin parahnya pemanasan global mengakibatkan cekaman bagi tanaman sayur yang berakibat pada penurunan tingkat produksinya (Adib, 2014). Hal ini semakin diperparah dengan tingginya tingkat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman padat penduduk, jalan tol dan fasilitas publik lainnya. Analisis spasial menggunakan citra satelit menunjukkan bahwa lahan sawah yang saat ini seluas 8,1 juta ha, diprediksi akan menciut menjadi hanya sekitar 5,1 juta ha pada tahun 2045 (Mulyani et. al. 2014). Fenomena ini diprediksikan akan menimbulkan krisis pangan yang berdampak pada ketergantungan antar wilayah. Salah satu indikator terjadinya krisis pangan yang dapat dirasakan saat ini adalah tingginya harga sayur organik di wilayah perkotaan karena ketidakseimbangan supply and demand.

Salah satu upaya pemenuhan kebutuhan bahan pangan adalah melalui intensifikasi pertanian dan peternakan perkotaan atau biasa disebut dengan Urban farming (Fauzi et. al.,2016). Salah satu contoh pelaksaaan urban farming dalam bidang pertanian saat ini adalah budidaya sayur  organik dengan cara hidroponik dan vertikultur. Tidak banyaknya masyarakat yang menerapkan hidroponik dan vertikultur saat ini menandakan rendahnya minat terhadap urban farming. Rendahnya minat terhadap urban farming konvensional ini dikarenakan teknik ini masih membutuhkan waktu, lahan dan tenaga yang tidak sesuai dengan karakteristik masyarakat urban (Belinda & Rahmawati, 2017). Efisiensi urban farming melalui otomatisasi budidaya tanaman sangat diperlukan guna meningkatkan minat masyarakat kota sehingga pemenuhan bahan makanan (terutama sayur/buah semusim) dari rumah masing-masing dapat tercapai.

Salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi pertanian adalah melalui penerapan teknologi Internet of thing (IoT). Dengan IoT, seseorang dapat mengontrol pertumbuhan tanaman melalui jaringan internet berbasis sistem awan (Cloud). Teknologi Cloud system sangat cocok diterapkan untuk masyarakat urban karena memungkinkan pengguna mengolah dan menyimpan data secara virtual yang dapat diakses melalui gawai terkoneksi internet kapanpun dan dimanapun.

Beberapa Negara maju di dunia seperti Jepang, Korea dan Singapura, sudah menerapkan teknologi IoT dalam bentuk indoor vertical garden (IVG) dan terbukti dapat meningkatkan kualitas hasil pertanian pada lahan yang sangat terbatas. IVG di Indonesia belum banyak diterapkan karena membutuhkan keahlian khusus dan peralatan yang modern dan mahal.   Di Indonesia pemanfaatan IoT telah dikembangkan secara sederhana guna pemantuan kualitas air & tanah (Syafiqoh, et.al. 2018), penyiraman otomatis (Yuli, 2019), dan pengukuran kelembaban tanah (Irwanto, 2019). Perancangan teknologi IoT berbasis sistem awan perlu dikembangkan lebih lanjut guna mendukung penerapan urban farming yang mudah dan efisien. Alat inovasi ini dinamakan Ceilendra 4.0 karena terinspirasi dari pemanfaatan potensi lokal berupa limbah industri kapuk randu (Ceiba petandra) yang penggunaannya disesuaikan dengan era industri 4.0 seperti saat ini.

Daftar Pustaka Proposal

Alat ini merupakan pengembangan dari teknologi sejenis sebelumnya yang sudah ada di Indonesia. Keunggulan alat ini dibandingkan dengan alat sejenis sebelumnya adalah:

  1. Ceilendra 4.0 dilengkapi dengan beberapa sistem sensor otomatis yang terintegrasi dan terkoneksi dengan jaringan internet serta penambahan daya cadangan listrik sesuai kebutuhan pengguna.
  2. Ceilendra 4.0 didesain berbentuk box pada ukuran tertentu sehingga dapat dikelola rumah tangga secara mudah.
  3. Pemantauan pertumbuhan tanaman budidaya dapat dipantau secara langsung melalui monitor pada alat serta dapat dilakukan melalui laporan otomatis yang dikirimkan oleh ceilendra 4.0 secara langsung kepada pengguna.
  4. Data dan pertumbuhan tanaman di dalam box ceilendra dapat dilaporkan dimanapun dan kapanpun secara berkala dan real time menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet, sehingga pengguna tidak perlu memantau tanaman budidaya secara langsung.
  5. Laporan data pertumbuhan tanaman dari ceilendra 4.0 bersifat open source sehingga dapat diakses secara gratis oleh pengguna.
  6. Ceilendra 4.0 memanfaatkan limbah industri kapuk randu sebagai media tanam yang telah disterilkan sehingga dapat membantu mengurangi masalah limbah di lingkungan.
  7. Pembuatan ceilendra 4.0 dapat dilakukan by customized design sehingga dapat disesuaikan dengan keinginan atau kebutuhan pengguna.
  8. Ceilendra 4.0 dilengkapi dengan manual book yang dapat memudahkan pengguna dalam mengaplikasikan alat.
  9. Berdasarkan hasil perhitungan biaya produksi, ceilendra 4.0 dapat dijual dengan harga yang ekonomis dan terjangkau.  
  10. Budidaya tanaman dengan Ceilendra 4.0 dapat memberikan efek terapi bagi masyarakat perkotaan yang umumnya memiliki tingkat stress yang tinggi.

Nama : Alif Ilham Virdaus
Alamat : Jalan Kayen Jatiroto Km.1 Kecamatan Kayen, Kab. Pati, Provinsi jawa tengah
No. Telepon : +622955503412